Wartawan Tiongkok Ditahan karena Mewawancarai Profesor Tiongkok yang Vokal

Seorang wartawan dan pekerja lepas untuk Voice of America (VOA), media siaran radio internasional yang didanai pemerintah AS, dibebaskan tanpa cedera setelah sekitar enam jam penahanan oleh polisi Tiongkok, kata VOA.

Reporter VOA Feng Yibing dan reporter freelance Allen Ai telah ditahan pada 13 Agustus ketika mewawancarai Sun Wenguang, seorang pensiunan profesor Tiongkok yang ditangkap di rumahnya saat wawancara telepon langsung dengan VOA awal bulan ini, di luar apartemen Sun di Kota Jinan, Shandong Propinsi.

Profesor, yang telah ditahan oleh pihak berwenang di masa lalu setelah membuat komentar-komentar kritis terhadap rezim Tiongkok, sedang berbicara tentang penahanannya selama dua minggu terakhir melalui pintu rumahnya, karena ia berada di bawah tahanan rumah, VOA melaporkan. Polisi yang ditempatkan di dalam gedung apartemen tersebut mengganggu wawancara dan membawa para wartawan pergi dengan mobil secara terpisah.

“Sangat memalukan bahwa dua wartawan telah ditahan tidak lebih hanya karena melakukan pekerjaan mereka,” kata Direktur VOA Amanda Bennett dalam laporannya. “Tugas wartawan adalah untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi, untuk berbicara dengan orang-orang dalam pemberitaan tersebut, dan hanya itu yang mereka lakukan.”

Dia menambahkan bahwa “ini bukan pertama kalinya kita memiliki beberapa masalah dengan Tiongkok dan jurnalis kita.”

Polisi menerobos masuk ke rumah Sun dan dia dibawa pergi pada 1 Agustus, selama wawancara langsung dengan telepon dengan VOA tentang taktik-taktik Tiongkok di negara-negara Afrika, yang dikenal sebagai “diplomasi dolar.” Istilah ini digunakan untuk menggambarkan strategi-strategi Beijing untuk mendapatkan persekutuan dengan memberikan sejumlah pinjaman dan investasi ke negara-negara asing dalam upaya untuk merebut pengaruh geopolitik.

Wakil Presiden AS, Chris Smith (RN.J.) mengatakan kepada VOA bahwa penahanan dua wartawan tersebut menunjukkan “standar kebebasan pers Tiongkok rendah, tidak bijaksana bahkan memalukan” dan menyerukan pemerintahan Trump untuk “mengurangi dampak yang terjadi pada AS akibat dari aktivitas media Tiongkok yang dikendalikan pemerintah ”jika hal seperti ini terjadi lagi.

Sementara itu, Departemen Luar Negeri AS mendesak rezim Tiongkok untuk mengizinkan kebebasan pers dan berbicara.

“Kami sangat mengutuk penyalahgunaan hak asasi manusia Tiongkok yang semakin memburuk, khususnya penindasan terhadap kebebasan mendasar untuk mengemukakan pendapat, berserikat, dan berkumpul secara damai, dan penahanan secara tidak sah terhadap para aktivis, pengacara, jurnalis, dan pemimpin masyarakat yang berusaha membela kebebasan tersebut,” seorang juru bicara Departemen Luar Negeri mengatakan kepada VOA.

Kelompok advokasi pers, Reporters Without Borders, mengatakan dalam sebuah pernyataan, “Masyarakat internasional tidak boleh mentoleransi serangan terang-terangan lainnya terhadap kebebasan untuk memberi informasi.”

Teng Biao, seorang pengacara hak asasi manusia Tiongkok dan sarjana tamu di Institut Hukum AS-Asia di New York, mengomentari insiden tersebut pada VOA. “PKT mencoba menekan target kebebasan berbicara tidak hanya di media dalam negeri; ia juga telah memperluas ke media-media asing dan warga negara asing,” kata Teng. (ran)