Australia Merinci Investasi di Pasifik Sejak Pengaruh Tiongkok Tumbuh Menciptakan ‘Gajah Putih’

CANBERRA — Perdana Menteri Australia pada 7 November menguraikan rencana untuk meningkatkan investasi dalam infrastruktur di Pasifik Selatan saat pengaruh Tiongkok tumbuh di negara-negara tersebut.

Perdana Menteri Scott Morrison juga merencanakan secara terperinci untuk keterlibatan militer dan diplomatik yang lebih besar dengan tetangga pulau Australia yang semakin mencari Tiongkok untuk mendapatkan bantuan melalui program infrastruktur “One Belt, One Road” (OBOR atau Belt and Road) Beijing.

“Pemerintah saya sedang mengembalikan Pasifik ke tempat yang seharusnya, di depan dan di tengah pandangan strategis Australia, kebijakan luar negeri dan koneksi-koneksi pribadi, termasuk di tingkat-tingkat tinggi pemerintahan,” kata Morrison dalam sebuah pidato.

Sebanyak 2 miliar dolar Australia (US$1,4 miliar) Fasilitas Pendanaan Infrastruktur Australia untuk Pasifik akan memberikan sumbangan-sumbangan dan pinjaman-pinjaman jangka panjang untuk investasi di bidang telekomunikasi, energi, transportasi dan infrastruktur air, kata Morrison.

Sebanyak AU$1 miliar (US$728 juta) akan disuntikkan ke dalam Export Finance and Insurance Corp, lembaga kredit ekspor Australia, yang akan diberikan lebih banyak fleksibilitas untuk mendukung investasi-investasi di kawasan tersebut yang akan membantu Australia, katanya.

Wilayah Pasifik diperkirakan membutuhkan investasi $3,1 miliar per tahun hingga tahun 2030, katanya.

“Ini demi kepentingan kita, itu sebabnya kita perlu melakukannya,” tambahnya.

Pasukan Pertahanan Australia juga akan membentuk Tim Pelatihan Pasifik (Pacific Mobile Training Teams) yang berbasis di Australia yang akan mengunjungi tetangga-tetangga pulau untuk melatih militer mereka dalam respon kemanusiaan, bencana, pemeliharaan perdamaian dan infanteri.

Australia juga akan menempatkan diplomat di semua 18 negara di Forum Kepulauan Pasifik tersebut, dengan kedutaan baru yang direncanakan untuk Palau, Kepulauan Marshall, Polinesia Prancis, Nui dan Kepulauan Cook.

Pada bulan Januari, Tiongkok memprotes kritik menteri Australia tentang program-program bantuan Tiongkok di negara-negara miskin di kepulauan Pasifik adalah sedang menciptakan “gajah-gajah putih” (white elephants), kepemilikan yang jarang digunakan dengan pemeliharaan yang sangat mahal, yang mengancam stabilitas ekonomi tanpa memberikan manfaat.

Senator Concetta Fierravanti-Wells, menteri untuk pembangunan internasional dan Pasifik, mengatakan kepada surat kabar Australia bahwa Tiongkok sedang memberikan pinjaman kepada negara-negara Pasifik dengan syarat yang tidak menguntungkan untuk membangun “bangunan yang tidak berguna” dan “jalan-jalan sampai tempat terpencil yang tidak jelas.”

“Anda telah membuat Pasifik penuh dengan bangunan-bangunan tak berguna di mana tidak ada siapa pun yang memelihara, yang pada dasarnya adalah gajah-gajah putih,” katanya kepada surat kabar tersebut.

Fierravanti-Wells kemudian mengatakan bahwa bertahan di bawah utang merupakan ancaman signifikan terhadap stabilitas ekonomi negara-negara di Pasifik.

Tiongkok telah mentransfer setidaknya $1,8 miliar bantuan dan pinjaman ke negara-negara Pasifik Selatan dalam satu dekade hingga tahun 2016, berdasarkan lembaga think tank kebijakan internasional Lowy Institute yang berbasis di Sydney.

Perusahaan Investasi Swasta Luar Negeri AS (Overseas Private Investment Corp), Bank Jepang untuk Kerja Sama Investasi (Japan Bank for Investment Cooperation) dan pemerintah Australia telah mengumumkan pada bulan Juli sebuah kemitraan trilateral untuk berinvestasi dalam infrastruktur di wilayah tersebut.

Menteri Perdagangan saat itu, Steve Ciobo, menyangkal pada saat itu bahwa inisiatif tiga arah tersebut adalah sebuah tantangan untuk Tiongkok, dan mengatakan bahwa hal tu hanya menambah berbagai program regional yang sudah berlangsung.

Seorang diplomat AS mengungkapkan pada bulan September bahwa Amerika Serikat, Jepang dan Australia sedang bekerja sama dalam sebuah proposal kabel internet domestik untuk tetangga terdekat Australia, Papua Nugini, sebagai sebuah alternatif dari tawaran oleh Huawei, raksasa telekomunikasi Tiongkok yang dianggap Amerika Serikat sebagai ancaman cybersecurity.

Seorang diplomat AS yang diberi kuasa ke Australia, James Carouso, mengatakan tiga sekutu pertahanan Pasifik tersebut sedang bernegosiasi dengan negara kepulauan Pasifik Selatan yang miskin, berpenduduk 8 juta orang, kebanyakan petani untuk mencari nafkah, tentang kontrak internetnya.

Menteri Papua Nugini Justin Tkatchenko mengatakan bahwa pemerintahnya bersedia bekerja sama dengan Australia di jaringan internet jika ia menawarkan kesepakatan yang lebih baik daripada Huawei, surat kabar Australia melaporkan. (ran)

Rekomendasi video:

Tiongkok Menabur Benih Kesengsaraan di Lahan Afrika