Uni Eropa Keluarkan “Ultimatum”, Xi dan Li ke Eropa untuk “Memadamkan Api” ?

Li Muyang -Epochtimes.com

Negosiasi perdagangan AS – Tiongkok sudah memasuki tahap akhir. Tahapan di mana masalah yang dihadapi kedua belah pihak adalah “tulang-tulang keras” yang tersisa.

Pada saat kunciĀ  seperti ini, Xi Jinping justru berkunjung ke 3 negara Eropa. Kita tidak tahu apakah itu suatu kebetulan atau disengaja. Pada saat Xi Jinping mengunjungi Eropa, Uni Eropa mengadakan pertemuan puncak selama 2 hari untuk membahas penerapan kebijakan keras terhadap komunis Tiongkok.

Saat ini, Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi sedang dalam pembicaraan dengan para menteri luar negeri dari 28 negara di Uni Eropa. Pada 9 April mendatang, Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang juga akan mengunjungi Eropa untuk menghadiri KTT tahunan Uni Eropa – Tiongkok.

Kunjungan yang intensif dari pejabat Tiongkok ke Eropa mungkin terkait dengan perubahan sikap Uni Eropa terhadap Tiongkok, sehingga kepergian Xi (Jinping) dan Li (Keqiang) ke Eropa merupakan bagian dari usaha “memadamkan api”.

Namun, beberapa analis percaya bahwa upaya Beijing untuk “memadamkan api” yang berkobar di Eropa tidak akan banyak membantu, karena “api” kewaspadaan negara Eropa terhadap komunis Tiongkok sedang membesar.

KTT Uni Eropa atau Mengeluarkan Ultimatum

Seperti yang kita semua tahu, KTT Uni Eropa yang berlangsung pada 21 dan 22 Maret, akan membahas laporan yang dikeluarkan oleh Komisi Eropa minggu lalu. Topik pembahasan di antaranya menyangkut isu mendaftarkan komunis Tiongkok sebagai pesaing sistemik. Reuters menunjukkan bahwa ini adalah pertama kalinya selama bertahun-tahun, Uni Eropa membahas masalah kebijakan Tiongkok.

Tentang masalah komunis Tiongkok, Komite Eksekutif Uni Eropa mendaftarkan 10 butir rancangan yang dibawa ke dalam sidang untuk dibahas dan disahkan menjadi undangan-undang.

Salah satu proposalnya itu terkait dengan ‘Pengadaan pasar publik internasional’. Isu ini sebenarnya sudah pernah diajukan pada tahun 2012. Sekarang diajukan kembali untuk dibahas. Tujuannya tidak lain adalah untuk membatasi diskriminasi terhadap perusahaan UE di pasar negarai ketiga dan menyerukan praktik bisnis yang adil dan saling menguntungkan. Jelasnya adalah, sementara perusahaan-perusahaan komunis Tiongkok dapat memenangkan penawaran proyek publik, sedngkan perusahaan-perusahaan Eropa diperlakukan secara berbeda oleh komunis Tiongkok.

Di tengah-tengah konfrontasi yang meruncing antara Amerika Serikat dengan Tiongkok, Uni Eropa seperti “pengamat” dan telah menjadi objek yang ingin diraih oleh komunis Tiongkok. Namun, rencana Uni Eropa ini menunjukkan bahwa ia lebih seperti “orang dalam” yang sedang mengekspresikan sikap ketidakpuasannya terhadap pihak Beijing dalam mengejar perdagangan yang adil.

Meskipun paket dokumen tersebut dibungkus dalam beberapa bahasa diplomatik, namun isinya cukup tajam. Di antaranya disebutkan bahwa jika Beijing tidak menghentikan perilaku investasi yang tidak adil, tidak menghentikan perlakuan tidak adil terhadap perusahaan-perusahaan Eropa. Begitu sidang di Brussels yakin hal ini terjadi, maka Uni Eropa akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan negara-negara terkait untuk meminta pasarnya dibuka.

Jika konsultasi tidak berhasil, Uni Eropa akan melakukan pembalasan di beberapa bidang dan menghukum perusahaan-perusahaan ini dalam proyek penawaran Eropa. Misalnya, perusahaan yang dihukum akan melihat bahwa penawaran mereka akan meningkat sebesar 20 %.

Para pejabat UE menunjukkan bahwa langkah-langkah ini bukan untuk menutup pasar Eropa, tetapi untuk membuka pasar internasional.

Uni Eropa yang sebelumnya menganggap komunis Tiongkok sebagai mitra usaha, sekarang sikapnya sudah diubah sampai 180 derajat. Secara khusus, waktu untuk diskusi dan pengesahan undang-undang ini diatur pada saat Xi Jinping mengunjungi Eropa. Apakah hal ini memang disengaja oleh Uni Eropa yang ingin menggunakan momen tersebut untuk menciptakan ambiguitas.

Dengan kata lain, Uni Eropa mungkin telah terdesak sampai ke sudut sehingga terpaksa mengeluarkan “ultimatum”.

Li Keqiang ikut KTT, Uni Eropa memilih untuk “menggodam”

Namun, Uni Eropa tidak hanya mengungkapkan kemarahan terhadap Beijing melalui ambiguitas, para pemimpin Eropa sedang mempersiapkan komunike bersama yang siap dipublikasikan ketika Li Keqiang ikut KTT Uni Eropa – Tiongkok. Reuters telah melihat draft komunike yang panjangnya 6 halaman, di antaranya meminta pihak Tiongkok menyetujui selama pertemuan puncak untuk membuka ekonomi Tiongkok dan menghilangkan hambatan perdagangan.

UE meminta pihak berwenang Tiongkok menyetujui proposal dalam komunike bahwa kedua belah pihak sudah dapat menentukan hambatan untuk masuk ke pasar utama sebelum kedatangan musim panas tahun ini. UE meminta segera membatalkan hambatan-hambatan yang ada sebelum pertemuan puncak tahun depan, UE menghendaki batas waktu yang ditetapkan dalam pelaksanaannya.

Selain itu, juga jelas ditegaskan bahwa kedua belah pihak akan menandatangani perjanjian khusus sebelum akhir tahun depan untuk meningkatkan aliran investasi dua arah yang telah dibahas selama hampir 12 tahun terakhir.

Para diplomat UE mengatakan bahwa komunike bersama itu juga mencerminkan ketidakpuasan UE terhadap komunis Tiongkok. Alasannya adalah bahwa Beijing belum memenuhi komitmennya terhadap globalisasi perdagangan bebas dan tidak mau mengizinkan perusahaan asing beroperasi secara bebas di daratan Tiongkok. Tetapi perusahaan Tiongkok mengambil keuntungan dari pasar terbuka UE.

Dilihat dari reaksi Uni Eropa, mereka mungkin sudah tidak tahan lagi dengan menyandangkan nama mitra kepada komunis Tiongkok dan merubahnya menjadi pesaing. Ini berarti bahwa UE lebih menghendaki berdekatan dengan Amerika Serikat ketimbang Tiongkok. Dengan kata lain, Amerika Serikat dan Eropa mungkin sedang bergabung untuk memerangi komunis Tiongkok.

Terutama inisiatif OBOR dan proyek 5G Huawei, telah banyak dipertanyakan di Eropa. OBOR telah menyebabkan banyak negara peserta menanggung beban utang yang besar, sehingga dunia luar menganggap rencana ini bagaikan “Trojan horse” yang merupakan tindakan zaman kolonial.

Proyek OBOR dan 5G Tiongkok mendapat sorotan tajam

Untuk Italia yang mungkin menandatangani perjanjian dengan Beijing, UE telah mengeluarkan peringatan bahwa Eropa tidak dapat mengizinkan komunis Tiongkok untuk memberikan pengaruhnya sesuka hati dan mengendalikan negara-negara anggota.

Pada 19 Maret, Wakil Perdana Menteri Italia Matteo Salvini kepada BBC mengatakan bahwa ia tidak ingin melihat perusahaan asing menjajah Italia.

Proyek 5G Huawei menjadi sorotan di Eropa. Meskipun sikap enagar di Eropa saat ini tidak seragam, tetapi Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas telah meminta negara-negara UE untuk bersatu dalam barisan untuk menghadapi komunis Tiongkok.

Deutsche Presse-Agentur mengutip ucapan peringatan Heiko : “Jangan bersikap naif dalam menghadapi komunis Tiongkok, terutama dalam pembangunan jaringan 5G”.

Amerika Serikat juga memperingatkan bahwa jika negara-negara Eropa menggunakan teknologi Huawei, kerja sama keamanan di masa depan mungkin akan bermasalah. Seperti yang kita semua tahu, keamanan negara-negara Eropa terutama tergantung pada NATO yang dipimpin oleh Amerika Serikat, sehingga Uni Eropa tidak dapat mengabaikan peringatan Amerika Serikat tersebut.

UE Sedang Mempersatukan Sikap, Beijing Terdesak untuk “Memadamkan Api”

Pada saat “api” mempersatukan sikap negara Uni Eropa menghadapi tantangan komunis Tiongkok sedang berkobar. Beijing mungkin terdesak untuk segera “memadamkan api”.

Oleh karena itu, laporan menyarankan supaya UE menyatukan sikap mengenai 5G. Ini sama saja dengan pukulan bagi Huawei yang efek sakitnya juga dirasakan sampai komunis Tiongkok.

Komunis Tiongkok jelas khawatir bahwa begitu Amerika Serikat dan Eropa sepenuhnya bergandengan tangan, neraca pasti akan miring dan berat sebelah. Ini adalah situasi internasional yang paling ditakuti komunis Tiongkok.

Namun, komentator politik Tang Jingyuan percaya bahwa “pemadam api” yang dilakukan Xi dan Li mungkin tidak memiliki efek apa pun. Antisipasi terhadap komunis Tiongkok yang dilakukan Eropa terutama kekhawatirannya tentang sistem negara komunis itu menjadi hal yang paling mendasar. Yang satu menganut sistem demokrasi liberal dan yang lainnya adalah sistem otoriter, ini adalah perbedaan yang sangat sulit bisa dijembatani.

Tang Jingyuan menjelaskan bahwa negara-negara Eropa sangat membenci kediktatoran komunisme, dan komunis Tiongkok justru terus mengembangkan sayapnya ke luar, dan ambisinya sudah lama terkuak. Oleh karena itu, “pemadaman api” dari Beijing tidak menolong, bahkan memperbesar rasa kewaspadaan negara-negara Eropa. (Sin/asr)

Video Rekomendasi :Ā