Mantan Pejabat Tinggi Uni Eropa Bongkar Praktik Intervensi Komunis Tiongkok di Eropa Seperti Nazi

Zhang Ting

Mantan presiden ke-30 The European Economic and Social Committee(EESC) atau Komite Ekonomi dan Sosial Eropa, Henri Malosse kembali menekankan bahwa intervensi budaya komunis Tiongkok di Eropa seperti Nazi.

Dia menyerukan Uni Eropa tidak perlu takut dengan rezim komunis Tiongkok. Dia berharap harus berani mengungkapnya karena media memiliki pengaruh yang besar. Ia juga mengatakan bahwa Parlemen Eropa semakin memperhatikan situasi hak asasi manusia di daratan Tiongkok serta tidak didominasi oleh rezim komunisme.

Hal demikian disampaikannya baru-baru ini ketika berpartisipasi dalam seminar yang diselenggarakan oleh Parlemen Eropa tentang penetrasi budaya komunis Tiongkok di Eropa dan isu kamp pendidikan ulang, Senin (19/3/2019).

Malosse adalah pejabat Tinggi Uni Eropa yang selalu menolak godaan komunis Tiongkok. Dia meminta media dan politisi untuk mengenali kodrat komunis Tiongkok dan dengan berani mengungkapkannya. Ia juga mengatakan bahwa rakyat Tiongkok adalah korban pertama rezim Beijing.

Malosse adalah Ketua ‘Vocal Europe’ sebuah wadah pemikir di Eropa, ia selalu menyatakan keprihatinan dan kecaman terhadap situasi hak asasi manusia dan kejahatan pengambilan organ di daratan Tiongkok.

Selama memimpin EESC, ia berulang kali menerima ancaman, tekanan dan godaan dari komunis Tiongkok, termasuk komunis Tiongkok membayar orang dalam EESC untuk menciptakan masalah baginya dan menggoda Malosse dengan wanita cantik.

Ia mengatakan bahwa dirinya sudah 3 kali dicari oleh Kedutaan Besar Tiongkok, tetapi ia bersikeras dengan sikapnya. Komunis Tiongkok juga melakukan penyuapan dengan berbagai hadiah dan korupsi terhadap kepala bagian dan anggota EESC lainnya, agar mereka bersedia menjadi yang pro-komunis dan membuat konspirasi untuk mendesak Malosse mundur dari jabatannya. Malosse akhirnya berhasil “menaklukkan badai melalui banyak upaya.”

Selain itu, Kedutaan Besar Tiongkok juga mencoba untuk menaklukkan Malosse dengan mengirim seorang reporter wanita muda yang bersedia dibawa ke tempat tidur. “Jelas saya tolak,” kata Henri Malosse.

Situasi HAM di Tiongkok Kian Memburuk

Malosse mengatakan bahwa banyak pemimpin politik Uni Eropa sangat bersemangat pada awalnya. Mereka mengira bahwa Tiongkok sedang berkembang dan akan menjadi masyarakat kapitalis. Pada saat yang sama, kebebasan dan hak asasi manusia juga akan mendapat perbaikan.

“Tetapi kita melihat bahwa situasi Tiongkok tidak membaik bahkan lebih buruk. Uni Eropa menjadi lebih khawatir tentang ini. Situasi Tiongkok yang terus menerus (memburuk) ini  menjadi sulit untuk diterima,” katanya.

Malosse berpendapat bahwa Uni Eropa perlu secara lantang mengatakan kepada komunis Tiongkok tentang keprihatinan kita tentang situasi hak asasi manusia di daratan Tiongkok.

Komunis Tiongkok Membungkam dengan Uang

Malosse mengatakan bahwa ancaman komunis Tiongkok terhadap Eropa sudah terjadi. Sebagai contoh, ia merujuk pada saat pembahasan situasi HAM bagi warga etnis Uighur dan Tibet di Tiongkok dalam pertemuan PBB di Jenewa beberapa bulan lalu.

Menurut dia, beberapa negara seperti Yunani, Rumania dan negara lainnya yang telah menerima investasi besar komunis Tiongkok. Akhirnya negara-negara ini tidak memberikan suara untuk mendukung PBB dalam menyelidiki dan mengutuk situasi HAM di Tiongkok.

“Tanyakan saja kepada mereka mengapa ? Alasannya sudah jelas,” tegasnya.

Dia juga menjelaskan bahwa investasi komunis Tiongkok dan menabur uang di Eropa, upaya lobi komunis Tiongkok melalui Kedutaan Besar mereka membuat beberapa negara Uni Eropa “membungkamkan mulut”.

Ia mengatakan bahwa ia jelas merasakan isyarat adanya campur tangan komunis Tiongkok di Eropa : “Mereka (komunis Tiongkok) harus mengubah sikap mereka,” ujarnya.

Malosse juga mengatakan bahwa pesannya kepada negara-negara yang takluk kepada komunis Tiongkok : “Jangan takut. Orang Eropa memiliki nilai-nilai. Salah satunya adalah kebebasan berbicara. Kita seharusnya tidak takut terhadap tekanan dari komunis Tiongkok atau orang lain untuk mengurangi kebebasan berbicara, meninjau kembali sikap pemikiran dan ekspresi artistik kita,” katanya.

“Kita seharusnya tidak dikenakan sanksi ekonomi dan politik dari siapa pun. Jauh lebih penting untuk mencapai nilai-nilai kita secara luas. Jangan takut,” tambahnya.

Selain Eropa, Malosse mengungkapkan bahwa investasi komunis Tiongkok juga telah meningkatkan pengaruhnya di wilayah lain. Ia mengatakan bahwa dirinya sedang berbicara dengan teman-teman di Maladewa. Untungnya, mantan Presiden Maladewa, Abdulla Yameen, telah mundur tahun lalu. Yameen telah meminjam banyak dana dari komunis Tiongkok. Yameen bahkan telah menyediakan 5 pulau buat penempatan kontainer dan pangkalan militer Tiongkok.

Intervensi komunis Tiongkok di Eropa tidak berbeda dengan Nazi

Komunis Tiongkok selain menebar uang untuk “membungkam mulut” beberapa negara Eropa agar mereka tidak menyuarakan keprihatinan terhadap hak asasi manusia mereka, ia juga melakukan intervensi budaya di Eropa.

Malosse menanggapi tekanan pada Kedutaan Besar Tiongkok pada awal tahun ini untuk menekan pertunjukan Shen Yun di Teater Royal Madrid.

“Ini memalukan. Tentu saja, ini merupakan suatu penghinaan bagi teater yang berada di bawah tekanan komunis Tiongkok. Tetapi yang paling penting adalah ini juga tindakan memalukan bagi rezim komunis Tiongkok. Ia tidak hanya menggunakan cara fasis di negerinya sendiri, tetapi juga di Uni Eropa. Ini perlu diketahui oleh publik,” katanya.

“Cara yang digunakan oleh rezim komunis Tiongkok persis sama dengan yang digunakan oleh Nazi Jerman pada tahun 1930-an. Nazi tahun 1930-an menggunakan berbagai cara untuk mencegah seniman Jerman yang melarikan diri dari rezim Nazi tampil dalam pertunjukan di luar negeri,”ujarnya.

“Kegiatan budaya, ekonomi dan politik, kita hidup dalam masyarakat global. Budaya adalah bagian dari jiwa kita, bagian dari nilai-nilai kepribadian kita, bagian dari visi Eropa kita, dan kita berinteraksi dengan seluruh dunia, termasuk dengan Tiongkok,” tambahnya.

“Kami tidak hanya berjuang untuk kebebasan berbicara, kami berjuang untuk semua, termasuk masa depan kami, nilai-nilai kami sendiri,” tegas Malosse.

Henri Malosse mengatakan selama tidak menerima pendekatan yang komunis Tiongkok lakukan, maka  tidak akan menganggap mereka sebagai mitra normal. “Ucapan ini saya sampaikan kepada duta besar Tiongkok yang membuatnya kurang senang. Kita tidak dapat menganggap mereka sebagai mitra normal,” katanya.

Malosse mengatakan bahwa mereka harus mengubah sikap mereka, karena sikap mereka bukanlah sikap yang wajar, itu adalah visi imperialisme. “Kami di Eropa tidak menginginkannya”.

“Sulit bagi saya untuk membayangkan (hidup berdampingan dengan mereka yang bersikap seperti itu). Kita harus memiliki hubungan normal dengan komunis Tiongkok, hubungan perdagangan normal, dan hubungan perdagangan yang bebas,” katanya.

Eropa tidak menghendaki gangguan dari rezim komunis

Malosse percaya bahwa intervensi budaya komunis Tiongkok di Eropa dan membuat negara-negara Uni Eropa “membungkamkan mulut” sebenarnya telah mencetuskan “perang”, karena “dalam situasi damai tidak mungkin mendengungkan kebebasan berbicara”.

“Kita katakan bahwa ‘Jangan berperang’, ‘Tidak menghendaki rezim fasis mendominasi’ juga ‘tidak menghendaki rezim komunis mendominasi’. Ini adalah bagian dari nilai-nilai kita,” kata Malosse.

“Ini berkaitan dengan masa depan dan kebebasan kita sendiri. Kita ingin menjadi warga bebas yang hidup dalam masyarakat bebas,” imbuhnya.

Malosse mengungkapkan perilaku komunis Tiongkok di Eropa, contohnya seperti tekanan mereka terhadap Teater Kerajaan Spanyol di Madrid demi mencegah Shen Yun mengadakan pertunjukan seni. Bagi masyarakat Eropa yang bebas, hal ini adalah kejahatan yang harus dihentikan.

Oleh karena itu, Malosse menyertukan masyarakat Eropa tidak perlu takut. Bagi lembaga budaya Eropa, pemerintah, politisi, dan ekonomi, diserukan harus berkomunikasi dengan masyarakat sipil Tiongkok, bukan pengaruh dari rezim komunis Tiongkok yang tidak akan bertahan lama.

Malosse : Jangan melupakan kodrat komunis Tiongkok

Bagi Malosse, meskipun komunis Tiongkok mengintervensi dan menyusup ke Barat, tetapi yang menjadi korban utamanya dan yang menderita adalah rakyat Tiongkok.”Rakyat Tiongkok adalah korban pertama dari perbuatan rezim komunis Tiongkok”, kata Malosse.

Ia juga mengkritik pendirian sejumlah besar kamp pendidikan ulang oleh kounis Tiongkok untuk memenjarakan etnis minoritas dan kelompok agama di lingkungan yang bermusuhan. Orang-orang ini bahkan menjadi korban pengambilan paksa organ. Ia menekankan bahwa paparan media memiliki pengaruh yang cukup besar dan perlu dilakukan dengan berani.

Tetapi Malosse juga mengatakan bahwa beberapa media dan politisi Eropa telah melupakan esensi rezim komunis Tiongkok. Ketika sebuah negara besar datang dengan banyak investasi dan banyak uang, sehingga dengan mudah melupakan kodrat komunis Tiongkok.

Ia menekankan peran dari pengungkapan dari laporan media. Menurut dia, beberapa bulan terakhir, fokus masyarakat adalah kamp pendidikan ulang komunis Tiongkok. Penjara yang ditutup dengan label “kamp pendidikan ulang” digunakan untuk menahan warga etnis Uighur, para pembangkang, praktisi Falun Gong, dan warga Tibet.

Selain itu, pengambilan paksa organ berlangsung dalam kamp-kamp penahanan ini, dan ada banyak laporan media yang sekarang telah memicu opini publik. Menurut dia, politisi sangat sensitif terhadap opini publik. Karena itu, mereka semakin sadar bahwa jika mereka tidak berbicara tentang hak asasi manusia pada putaran KTT Tiongkok – UE berikutnya, mereka mungkin akan mendapatkan kritikan dari publik, organisasi non-pemerintah, dan kelompok hak asasi manusia.

“Mengungkapnya dengan keras adalah tugas media, politisi, dan personel layanan sektor publik” tegas Henri Malosse. (Sin/asr)

Video Rekomendasi : 

https://www.youtube.com/watch?v=Ornk7TqqjtE