Dualitas Kebijakan Joe Biden Terhadap Tiongkok

oleh Dr. Cheng Xiaonong

Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyebut Tiongkok sebagai “pesaing Amerika Serikat yang paling serius” dalam pidato kebijakan luar negeri pertamanya. Namun, kebijakan Joe Biden terhadap Tiongkok adalah salah satu dualitas. 

Joe Biden terkadang menunjukkan dukungan kepada Partai Komunis Tiongkok dan terkadang menunjukkan sikap kerasnya. Joe Biden tidak sedang berakting. Ia terjerat dalam kontradiksi antara kebenaran politik dengan keamanan nasional.

Apakah Otokrasi Partai Komunis Tiongkok adalah Sebuah Norma Kebudayaan?

Pada sebuah acara televisi CNN di Milwaukee, Wisconsin pada 16 Februari 2021, Joe Biden berbicara mengenai percakapan telepon yang ia lakukan dengan pemimpin Tiongkok Xi Jinping pada 10 Februari. Ia menjelaskan: “Jika anda tahu sesuatu mengenai sejarah Tiongkok…  prinsip pusat Xi Jinping adalah haruslah Tiongkok yang bersatu, yang dikendalikan dengan ketat. Dan Joe Biden menggunakan alasannya untuk hal-hal yang ia lakukan berdasarkan itu.”

“Saya tidak akan berbicara menentang apa yang Xi Jinping lakukan di Hong Kong, apa yang Xi Jinping lakukan terhadap orang Uighur di pegunungan barat Tiongkok dan Taiwan. …Secara kebudayaan ada norma-norma yang berbeda yang dimiliki setiap negara dan pemimpinnya diharapkan untuk mengikuti.” Inilah yang Joe Biden katakan sesuai dengan hatinya,  nilai-nilainya, dan sudut pandang seorang Panda Hugger yang konsisten.

Nilai-nilai Joe Biden sepenuhnya menunjukkan pandangan kubu yang secara politis benar di Amerika Serikat, yang menolak untuk mengakui bahwa ideologi komunis rezim Tiongkok berasal dari Marxisme. Untuk membenarkan dirinya sendiri, mereka menggunakan “relativisme kebudayaan” yang diimpor dari Eropa. 

Relativisme kebudayaan menekankan bahwa “keanekaragaman kebudayaan tidak mengenal benar atau salah,” yang adalah sebuah poin penting dari neo-Marxisme yang lahir di Eropa. 

Intisarinya adalah “penyangkalan moral,” yang meyakini bahwa konsep moral benar dan salah berlandaskan pada peradaban Kristen harus dihilangkan, dan diganti dengan konsep-konsep seperti kebingungan seksual, advokasi antagonisme etnis dan kelas, anti-kapitalisme, dan anti-agama.

Joe Biden menggambarkan otokrasi merah sebagai “norma kebudayaan,” yang tidak diragukan lagi melukis kebudayaan otokratis Partai Komunis Tiongkok dengan sebuah lapisan tipis pembenaran — ini adalah sejenis penyesatan. Di bawah nilai-nilai dan konsep-konsep demokrasi dasar, sebenarnya tidaklah sulit untuk membedakan antara benar dan salah. 

Namun, para pendukung neo-Marxisme menggulingkan tatanan sosial dari demokrasi yang ada dan memperkenalkan berbagai nilai-nilai Marxis yang baru dan lama untuk mentransformasi masyarakat demokrasi. 

Oleh karena itu, neo-Marxisme menekankan relativisme kebudayaan, menyamakan kebudayaan otoriter dengan kebudayaan tradisional sistem demokrasi, dan menutup kebudayaan otoriter dengan sebuah mahkota keragaman kebudayaan yang keliru tidak memiliki benar atau salah. 

Joe Biden adalah seorang murid neo-Marxisme. Karena tidak tahu bagaimana menghindari penyesatan itu, Joe Biden hanya mampu meniru kata-kata orang lain, dan mengubahnya menjadi toleransi kediktatoran secara terang-terangan. 

Faktanya, kubu yang benar secara politis adalah munafik. Mereka tidak menunjukkan belas kasihan saat harus menekan nilai-nilai tradisional Barat, sementara mempromosikan gagasan bahwa keanekaragaman kebudayaan tidak memiliki benar atau salah.

Anggota Pengawal Merah melambaikan “Buku Merah Kecil” Ketua Mao selama parade di Beijing pada bulan Juni 1966. Kebencian paranoid Lenin dan Mao terhadap borjuasi sekali lagi bermutasi, seperti yang terjadi seabad yang lalu, dari kebencian kelas menjadi kebencian ras. (Jean Vincent / AFP melaluiGetty Images)

Kita telah melihat di Amerika Serikat bahwa kebenaran politik tidak lebih daripada pemikiran otokratis pasca-modernis Barat. Pemikiran otokratis pasca-modernis Barat berakar pada nilai-nilai otokrasi merah, itulah sebabnya mengapa pemikiran otokratis pasca-modernis Barat selalu selaras dengan Partai Komunis Tiongkok dalam hal nilai-nilai tersebut. Pemikiran otokratis pasca-modernis Barat memaksakan nilai-nilainya sendiri pada masyarakat Amerika Serikat, dengan alasan kebenaran politik. 

Seperti Partai Komunis Tiongkok, kubu yang benar secara politis bermaksud mengendalikan masyarakat dengan pemikiran otoriternya sendiri. Saat kubu yang benar secara politis mengkritik pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia di bawah otokrasi Partai Komunis Tiongkok, itu hanyalah pertunjukan yang berupaya menghapus hubungan dekat mereka dengan nilai-nilai otokratis merah. 

Hal itu tidaklah tulus atau serius. Banyak generasi Amerika Serikat yang lebih tua yang benar secara politis tertarik pada “Kutipan dari Ketua Mao Zedong” selama gerakan anti-perang di tahun 1960-an. Banyak generasi Amerika Serikat yang lebih tua tersebut juga memasuki ruang kuliah universitas, generasi demi generasi, dan memupuk fakultas pro-Marxis yang kini menempati posisi di universitas-universitas dan sekolah-sekolah menengah.

3 Faksi dalam Politik Amerika Serikat

Kebijakan Amerika Serikat terhadap Tiongkok di bawah mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump adalah sangat jelas dan pasti, sementara kebijakan Joe Biden terhadap Tiongkok tampak agak kacau.

Panda Hugger (Pemeluk Panda) dan Dragon Slayer (Pembunuh Naga) selalu ada di Amerika Serikat. Panda Hugger telah terlihat di lingkaran-lingkaran politik, keuangan, bisnis, dan akademis. Beberapa anggota militer dan Partai Republik adalah Dragon Slayer, yang saya sebut sebagai “Panda Restrainer” (“Pengekang Panda”).

Saat ini, orang-orang Amerika Serikat di lingkaran politik dan bisnis berada di bawah tiga kategori dalam menangani Tiongkok. Kategori yang pertama adalah “Panda Restrainers” atau patriot. Kategori yang kedua adalah “Pengkhianat” – Panda Hugger yang lebih suka memperkuat musuh dan melemahkan kepentingan-kepentingan negaranya sendiri. 

Kategori yang ketiga adalah apa yang saya sebut “Kelompok Bahaya Rumah Tangga” yang bersikeras bahwa gagasan-gagasan yang benar secara politis mungkin tidak sejalan dengan kepentingan-kepentingan Partai Komunis Tiongkok, tetapi mereka tidak segan-segan memanipulasi ideologi kebenaran politik untuk mempromosikan berbagai kebijakan yang merugikan kepentingan-kepentingan Amerika Serikat untuk membangun otokrasi.

Hubungan Amerika Serikat-Tiongkok di masa depan akan menjadi arena yang rumit. Konfrontasi di tingkat militer adalah sudah jelas, tetapi konfrontasi tersebut akan membutuhkan analisis yang sering dan terperinci di tingkat-tingkat lain. 

Tidak seperti Donald Trump, Joe Biden tidak mau mengadopsi sebuah kebijakan yang konsisten di semua tingkat, dan Joe Biden akan membuat keputusan yang bertentangan dengan hal-hal yang berkaitan dengan militer, spionase, ekonomi, dan politik hingga suatu tingkat tertentu.

Ketika militer Amerika Serikat percaya bahwa keamanan nasional semakin terancam oleh Partai Komunis Tiongkok, militer Amerika Serikat menyerukan dan menuntut adanya penguatan pertahanan nasional untuk didukung oleh “Panda Restrainer” di Kongres dan di pemerintahan. Militer Amerika Serikat akan menjadi kekuatan pendorong utama dalam kebijakan militer terhadap Tiongkok. 

Meski banyak perusahaan di komunitas bisnis Amerika Serikat menentang kebijakan Donald Trump secara ekonomi mengendalikan Partai Komunis Tiongkok, sikap militer yang tangguh akan memaksakan kendala-kendala tertentu pada Panda Hugger. Militer Amerika Serikat bergegas untuk menyebar sesuai dengan kecepatan konfrontasi militer Amerika Serikat-Tiongkok, dan persiapan serta penyebaran militer Amerika Serikat pasti membatasi pertukaran-pertukaran ekonomi antara kedua negara.

Partai Komunis Tiongkok Bersiap untuk Perang

Kini kawasan Asia-Pasifik menghadapi dekade paling berbahaya karena ambisi internasional dan ancaman militer Partai Komunis Tiongkok. Ancaman militer Partai Komunis Tiongkok ke Amerika Serikat bukanlah perang kata-kata; ancaman militer Partai Komunis Tiongkok ke Amerika Serikat sebenarnya telah menjadi persiapan-persiapan legislatif untuk mobilisasi perang. 

Partai Komunis Tiongkok telah memperluas “kondisi-kondisi perang” dalam hukum pertahanan nasionalnya untuk memasukkan kebutuhan ekonomi sebagai sebuah alasan penting untuk “mobilisasi perang,” menurut laporan yang diterbitkan oleh media propaganda rezim Tiongkok di luar negeri, Duowei News, pada 22 Oktober 2020.

Badan legislatif Tiongkok yang tunduk pada Partai Komunis Tiongkok, Kongres Rakyat Nasional, bertemu pada 13 Oktober tahun lalu untuk mempertimbangkan rancangan-rancangan amandemen undang-undang pertahanan nasional yang diusulkan oleh Dewan Negara Partai Komunis Tiongkok dan Komisi Militer Pusat Partai Komunis Tiongkok. UU pertahanan nasional yang direvisi dengan jelas menetapkan bahwa, ketika “pembangunan kepentingan-kepentingan terancam,” diperlukan sebuah mobilisasi nasional atau setempat.

Tentara-tentara Tiongkok dari Tentara Pembebasan Rakyat mengenakan masker pelindung saat mereka berbaris setelah upacara yang menandai peringatan 70 tahun masuknya Tiongkok ke dalam Perang Korea, di Balai Besar Rakyat di Beijing, Tiongkok, pada 23 Oktober 2020. (Kevin Frayer / Getty Images)

Padahal, tidak perlu mengikuti prosedur-prosedur hukum saat pejabat dan militer tingkat-tinggi Partai Komunis Tiongkok memutuskan untuk melancarkan perang. Di masa lalu, saat Partai Komunis Tiongkok memulai Perang Korea, Perang Vietnam, dan Pertempuran Pulau Zhenbao, Partai Komunis Tiongkok merahasiakan aktivitas-aktivitasnya dari negara dan membiarkan media resmi memobilisasi masyarakat dengan menggunakan propaganda.

Dalam undang-undang pertahanan nasional yang direvisi, Partai Komunis Tiongkok menghindar menggunakan kata “perang” yang sangat sensitif  untuk menegaskan “mobilisasi umum.” 

Faktanya, hanya ada satu jenis “mobilisasi umum” yang terkait dengan hukum pertahanan negara, yaitu mobilisasi umum untuk perang, yang biasanya mencakup tindakan berikut:

1) Memperluas kumpulan militer dan merekrut veteran untuk bertugas di angkatan bersenjata; 

2) Mengubah ekonomi sipil untuk penggunaan militer dan memperpanjang jam kerja; dan

3) Membatasi pasokan barang-barang konsumen sipil dan barang-barang industri sipil sesuai kebutuhan perang.

Ketika Partai Komunis Tiongkok mengamandemen hukum pertahanan nasional tersebut, Partai Komunis Tiongkok mencakup  kebutuhan-kebutuhan ekonomi (atau “kepentingan-kepentingan pembangunan” sebagaimana dinyatakan di media resmi) sebagai alasan untuk mobilisasi umum untuk perang. 

Dengan kata lain, amandemen hukum pertahanan negara memperluas definisi “kondisi-kondisi perang” oleh Partai Komunis Tiongkok mengenai perang-perang di luar negeri sampai sebuah perluasan tanpa batas. Sebuah komentar acak dapat dengan mudah ditautkan kepentingan-kepentingan ekonomi dan kemudian menjadi sebuah alasan yang dapat digunakan Partai Komunis Tiongkok untuk menyatakan perang.

Mobilisasi perang umum semacam ini mencakup lebih dari sekadar  konflik Selat Taiwan, karena apa yang paling relevan untuk kepentingan-kepentingan pembangunan rezim Tiongkok adalah perdagangan luar negeri, pencurian teknologi, dan arus masuk modal asing— faktor-faktor ini terutama terkait dengan Amerika Serikat. 

Dalam  Partai Komunis Tiongkok, Amerika Serikat adalah negara utama yang dapat menghambat kepentingan-kepentingan ekonomi global Partai Komunis Tiongkok; dan perubahan dalam hukum pertahanan negara tersebut berarti bahwa ancaman perang Partai Komunis Tiongkok ditujukan terutama ke Amerika Serikat.

Mengapa Partai Komunis Tiongkok Tidak Mau Bersaing Secara Damai?

Apa yang disebut “kebangkitan” Partai Komunis Tiongkok dipromosikan dengan cara melanggar aturan internasional dan hukum dari berbagai negara, seperti pencurian rahasia kekayaan intelektual dan teknologi  secara besar-besaran dari Amerika Serikat dan negara-negara lain, dan pemeliharaan jangka panjang dari sebuah surplus perdagangan yang tinggi dengan Amerika Serikat yang melanggar aturan perdagangan internasional.

Jika kita kembali ke persaingan normal di tingkat aturan-aturan  dan hukum-hukum internasional, Partai Komunis Tiongkok akan kehilangan alat-alat penting yang mendukung ekonominya. 

Oleh karena itu, ketika Donald Trump memprakarsai pembicaraan ekonomi dan perdagangan Amerika Serikat-Tiongkok mengenai  subjek pelanggaran kekayaan intelektual, Partai Komunis Tiongkok menyangkalnya; pada pada saat yang sama, Partai Komunis Tiongkok bersikeras pada kebijakannya untuk menekan Amerika Serikat. Karena secara ekonomi Partai Komunis Tiongkok masih bergantung pada Amerika Serikat, maka rezim Tiongkok berupaya memaksa Amerika Serikat untuk menyerah dengan mengejar Amerika Serikat di bidang militer.

Pada 12 Februari, media Tiongkok 6park.com menyatakan dalam sebuah artikel: “Dihakimi oleh pernyataan-pernyataan resmi dari Tiongkok dan Amerika Serikat, Beijing sedang melakukan yang terbaik untuk menghindar dicap sebagai ‘tantangan untuk Amerika Serikat.’ 

Nyatanya, adalah sulit bagi Beijing untuk menyembunyikan fakta bahwa ‘Tiongkok telah menantang Amerika Serikat.’ Secara ekonomi, Tiongkok telah menjadi ekonomi terbesar kedua setelah Amerika Serikat sejak tahun 2011, dan banyak ahli ekonomi memperkirakan bahwa Tiongkok akan  melampaui Amerika Serikat pada tahun 2027 atau 2028. 

Di tingkat pemerintahan ekonomi global, dampak dari [inisiatif] “Belt and Road’ Partai Komunis Tiongkok di lanskap geopolitik global akan menjadi semakin jelas. Pada tingkat militer, Tiongkok maupun Amerika Serikat sama-sama adalah negara bersenjata nuklir, dan kehadiran militer Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan dan Taiwan meningkat secara bermakna dalam beberapa tahun terakhir, di mana pencegahan militer Angkatan Darat Tentara Pembebasan Rakyat meningkat secara bermakna. Keuntungan mutlak Amerika Serikat di Asia-Pasifik menjadi keuntungan relatif.”

Ini adalah kata-kata propaganda Partai Komunis Tiongkok di luar negeri, dan perluasannya dipertanyakan. Namun, mentalitas ambisius Partai Komunis Tiongkok sepenuhnya tercermin dalam kata-kata ini, dan Partai Komunis Tiongkok tidak menyembunyikan niatnya untuk menantang Amerika Serikat.

Apakah Hubungan Amerika Serikat-Tiongkok Adalah Kompetitif?

Karakterisasi Joe Biden terhadap Partai Komunis Tiongkok sebagai “pesaing utama” mengurangi persepsi pemerintahan Donald Trump mengenai Partai Komunis Tiongkok di tingkat diplomatik dan adalah jauh lebih moderat.

Sebuah artikel yang diterbitkan pada Februari oleh Duowei News, berjudul, “Dua Realitas yang Menentukan Interaksi Beijing dengan Pemerintahan Joe Biden,” menunjukkan bahwa ada dua faktor dalam hubungan Amerika Serikat-Tiongkok saat ini. 

Faktor pertama,  kemerosotan hubungan Amerika Serikat-Tiongkok yang cepat selama empat tahun terakhir, terutama pada tahun 2020, sedang menuju sebuah perang dingin yang baru. 

Faktor kedua, perang dingin yang baru antara Amerika Serikat dengan Tiongkok mungkin terjadi di Perangkap Thucydides — Graham Allison, seorang profesor dari Harvard Kennedy School dan penulis “Destined for War,” mempopulerkan istilah itu satu dekade lalu.

 Perangkap Thucydides mengacu pada dinamika berbahaya yang terjadi saat terjadi peningkatan  ancaman-ancaman kekuasaan untuk menggantikan sebuah kekuatan besar yang ada sebagai sebuah hegemoni internasional. Dan dalam kondisi seperti ini, kedua belah pihak menjadi sangat rentan terhadap provokasi-provokasi pihak ketiga atau bahkan kecelakaan.

Perang dingin dimulai oleh Partai Komunis Tiongkok dan pemerintahan Donald Trump menanggapi secara tepat waktu. Pemerintahan Joe Biden sejak itu meremehkan situasi tersebut dan menggunakan istilah “tantangan Tiongkok” untuk menggambarkan hubungan Amerika Serikat-Tiongkok saat ini. Pada kenyataannya, kini Amerika Serikat menghadapi ancaman militer dari rezim Tiongkok. Partai Komunis Tiongkok telah lama merupakan sebuah ancaman yang signifikan terhadap keamanan nasional Amerika Serikat di empat tingkat utama: penyusupan di bidang militer, ekonomi, spionase, dan politik. 

Untuk Amerika Serikat, ancaman ini belum pernah terjadi sebelumnya sejak akhir Perang Dingin antara Amerika Serikat Serikat dengan bekas Uni Soviet. Partai Komunis Tiongkok tidak secara sengaja menyalakan Perang Dingin, tetapi Partai Komunis Tiongkok melakukannya dengan cara yang direncanakan dan diperhitungkan, percaya bahwa Partai Komunis Tiongkok akan menjadi pemenang terlepas dari apa pun yang dipikirkan dunia.

Kini. kekuatan militer dan ekonomi Amerika Serikat adalah cukup untuk menghadapi ancaman Komunis Tiongkok, dan apakah Partai Komunis Tiongkok akan terus-menerus menjadi sombong tergantung pada bagaimana pemerintahan Joe Biden bermaksud untuk menghadapinya. Masa depan Amerika Serikat dan seluruh dunia sedang dipertaruhkan. (Vv)

Dr. Cheng Xiaonong adalah cendekiawan politik dan ekonomi Tiongkok yang tinggal di New Jersey. Cheng adalah seorang peneliti kebijakan dan asisten mantan pemimpin Partai Zhao Ziyang, ketika Zhao menjadi Perdana Menteri. Dia juga menjabat sebagai pemimpin redaksi jurnal Modern China Studies

Keterangan Foto : Presiden Joe Biden berjalan melintasi South Lawn setelah kembali ke Gedung Putih di Washington pada 14 Maret 2021. (Olivier Douliery / AFP via Getty Images)

Video Rekomendasi :