Anggota Parlemen AS Mengutuk Serangan Terhadap Pabrik Percetakan Epoch Times Hong Kong

Cathy He

Anggota parlemen AS mengutuk serangan terbaru terhadap percetakan yang memproduksi koran The Epoch Times di Hong Kong. Mereka mengatakan, tak mengherankan jika rezim Komunis Tiongkok berada di balik insiden tersebut sebagai upaya untuk membungkam laporan yang mengkritik rezim Komunis Tiongkok.

Pada dini hari (12/4/2021), empat pria yang memakai masker wajah — dua di antaranya memegang palu godam — menerobos masuk ke gudang percetakan koran Epoch Times Hong Kong. Mereka membabi-buta menghancurkan mesin dan komputer selama dua menit, sebelum kabur tunggang langgang dengan menggotong perangkat komputer.

Tidak ada anggota staf yang terluka selama insiden tersebut.

Tindakan para penyusup menyebabkan kerusakan yang parah. Akibatnya, surat kabar Epoch Times Edisi Hong Kong terpaksa menangguhkan operasinya sementara waktu.

Serangan itu adalah kelima kalinya di lokasi yang sama, menjadi sasaran pengrusakan sejak didirikan pada Tahun 2006. Kejadian terbaru, kurang dari 18 bulan setelah empat penyusup bermasker membakar fasilitas yang sama selama puncak aksi protes pro-demokrasi di Hong Kong. Para pelaku tidak pernah tertangkap.

BACA JUGA : Komunis Tiongkok Kembali Menyewa Preman untuk Menyerang Pabrik Percetakan ‘New Era’ Epoch Times Edisi Hong Kong

“Serangan berulang dan kekerasan di The Epoch Times mengejutkan hati nurani,” kata Anggota Kongres Amerika Serikat, Devin Nunes (R-Calif) kepada The Epoch Times dalam pernyataan email. 

Ia menambahkan : “Sudah jelas, Partai Komunis Tiongkok dan preman jalanannya tak bisa diam kepada outlet media mana pun yang melaporkan fakta tentang penghancuran Partai.”

Apalagi kini, semakin banyak media Hong Kong yang menunjukkan kecenderungan pro-Beijing dalam beberapa tahun terakhir. The Epoch Times Hong Kong adalah salah satu dari sedikit media independen di Hong Kong yang meliput pelanggaran Partai Komunis Tiongkok di daratan Tiongkok, Hong Kong, dan luar negeri.

“Pada saat perusahaan media Amerika  mengadopsi slogan yang menganggap diri benar ‘berbicara kebenaran kepada kekuasaan’, The Epoch Times memiliki keberanian untuk benar-benar melakukannya,  mereka membayar harga tinggi untuk berpegang pada prinsip mereka,” kata Nunes.

Anggota Kongres AS, Scott Perry (R-Pa.) menggambarkan aturan Komunis Tiongkok sebagai “Thugokrasi” yang “mengandalkan intimidasi, paksaan, dan kekerasan untuk memberangus kebebasan dan mereka yang berjuang untuk kebenaran.”

“Tidaklah mengherankan jika Komunis Tiongkok berada di balik serangan seperti itu, karena mereka secara konsisten berusaha memadamkan cahaya apa pun yang mengekspos lautan kegelapan serta penindasan yang membuat pemerintah ilegal mereka tetap eksis,” kata Perry dalam pernyataan yang dikirim melalui email.

Sementara itu, Anggota Kongres, Jim Banks (R-Ind.) menggambarkan serangan itu sebagai tindakan “tercela.”

“Kebebasan pers di Hong Kong diserang oleh Partai Komunis Tiongkok,” kata Banks dalam sebuah pernyataan.

Kebebasan pers di Hong Kong berangsur-angsur terkikis, sejak Hong Kong dipindahkan dari pemerintahan Inggris ke rezim Tiongkok pada tahun 1997. Setelah menjadi benteng kebebasan pers di Asia, peringkat Hong Kong kini anjlok pada posis ke-80 di dunia dalam indeks Kebebasan Pers Dunia, Reporters Without Borders dari urutan ke 18 pada tahun 2002.

Anjloknya peringkat tersebut sebagai akibat dari “tekanan dari Beijing,” menurut Reporters Whithout Borders.

Sementara itu, penerapan Undang-Undang Keamanan Nasional yang kejam oleh  rezim Komunis TIongkok, memicu kekhawatiran pengetatan terhadap  kebebasan pers di Hong Kong. 

Undang-Undang tersebut, yang mulai berlaku pada Juli lalu, menghukum apa yang dianggap Beijing sebagai tindakan pemisahan diri, subversi, terorisme, atau berkolusi dengan pasukan asing, dengan hukuman kurungan maksimum  seumur hidup.

Sejak itu, puluhan tokoh pro-demokrasi, termasuk maestro media Jimmy Lai,  didakwa atau dihukum berdasarkan Undang-Undang serupa.

Pada bulan lalu, rezim Tiongkok memperkenalkan perubahan besar pada sistem pemilihan Hong Kong yang secara drastis mengurangi perwakilan demokratis, sambil berusaha memastikan bahwa “patriot” yang setia kepada Beijing menguasai Hong Kong.

Anggota parlemen AS lainnya turut menantang serangan terhadap Epochtimes Hong Kong.

“Kita tidak akan mundur ke taktik intimidasi [PKT] , kejadian ini seharusnya tidak menghentikan publikasi seperti Epoch Times untuk berbicara menentang tindakan Komunis Tiongkok dan kejahatan kemanusiaan,” kata Anggota kongres Greg Steube (R-Fla.) dalam sebuah pernyataan. 

Anggota kongres AS, Michelle Steel (R-Calif.) juga mengatakan bahwa jika Komunis Tiongkok ditemukan berada di balik serangan itu, maka harus dimintai pertanggungjawaban.  Sementara itu, Anggota Kongres Brian Babin (R-Texas) dalam sebuah pernyataan mengatakan, serangan itu adalah upaya lain dari rezim untuk “membungkam suara para pencerita kebenaran di Hong Kong”.

“Saya berdoa untuk sesama pecinta kebebasan yang hidup di bawah rezim penindas Komunis Tiongkok, Semoga mereka tetap teguh dan berani dalam mengejar kebenaran!,” ujar Babin. 

Sementara itu, Anggota Kongres AS, Rick Scott (R-Fla.) menyebut insiden tersebut “sangat memprihatinkan”.

“Sekarang, lebih dari sebelumnya, Amerika Serikat harus membela demokrasi dan hak asasi manusia, dan melawan agresi Komunis Tiongkok dan pencarian mendominasi dunia,” kata Scott dalam pernyataannya. (asr)