https://www.youmaker.com/video/5a2a5d1e-130e-42f2-bccf-d4190c315e64
4 Anjing dengan Setia Menunggu di Pintu Rumah Sakit Tempat ‘Temanya’ Seorang Tunawisma Sedang Dirawat
ETIndonesia-Pada 9 Desember lalu sekitar pukul 3 pagi, seorang pria bernama Cesar berjalan ke sebuah rumah sakit di Brasil untuk mencari perawatan karena kondisi kesehatannya yang memburuk.
Status di Facebook telah menjadi viral di mana seorang perawat Chris Mamprim berbagi sebuah kisah yang menyentuh yang terjadi ketika dia sedang bertugas.
Selama Cesar mendapat perawatam, perawat menemukan empat anjing jalanan menunggu Cesar dengan kesabaran di luar pintu rumah sakit.
Rupanya anjing-anjing ini adalah teman Cesar.
Status Facebook Mamprim telah dibagikan sebanyak 78 ribu dan 128 ribu tanggapan.
Menurut Mamprin kepada The Dodo, dia medapati bahwa ada kalanya Cesar tidak makan agar dia bisa memberi makan anjing-anjing itu. Mamprin berkata lagi, anjing-anjing itu dirawat dengan baik dan sehat.
“Seorang yang biasa saja, tak punya apa-apa, yang bergantung pada pemberian orang mengatasi rasa laparnya, kedinginan, rasa sakit, kejahatan dunia, memiliki teman yang baik di sisinya dan mendapatkan timbal balik,” tulis Mamprin di facebook.
Tampaknya anjing-anjing tersebut menunggu selama 1 jam sampai temannya, Cesar mendapatkan perawatan.
Mamprim berkata lagi,: “Melihat mereka begitu, menunggu di luar pintu, menunjukkan seberapa baik mereka dirawat dengan penuh kasih sayang.”
Mamprim dan pekerja rumah sakit lainnya merasa tersentuh lantas mereka mengizinkan anjing-anjing itu untuk masuk dan makan dengan Cesar.
“Percayalah padaku, dia (Cesar) makan sedikit dan menyimpan selebihnya untuk deberikan pada anjing-anjing itu,” kata Mamprim pada Dodo.(yant)
Sumber: Erabaru.com.my, Dodo
Apakah Anda menyukai artikel ini? Jangan lupa untuk membagikannya pada teman Anda! Terimakasih.
Tabrak Burung Adalah Hal Biasa, Pernahkah Anda Mendengar Pesawat Penumpang Menabrak Kelinci di Udara ?
Secretchina
Pesawat menabrak burung terbang di udara adalah hal biasa. Sepertinya belum pernah terjadi pesawat menabrak kelinci saat terbang di udara. Namun, hal ini benar-benar terjadi pada pesawat penumpang jurusan Melbourne – Brisbane yang sedang berada di udara.
Sebuah pesawat penumpang yang lepas landas dari Bandara Tullamarine, Melbourne menuju Kota Brisbane, saat berada di ketinggian sekitar 1.500 meter di atas permukaan laut, pesawat tersebut menabrak seekor kelinci yang sedang dalam cengkeraman seekor elang. Kedua binatang itu langsung terhisap ke dalam mesin pesawat dan mati seketika.
Berdasarkan gambar jalur penerbangan pesawat, kecelakaan itu terjadi di dekat Taman Negara Bagian Lelderderg yang terkenal dengan rajawali ekor baji, yang merupakan burung pemangsa terbesar di Australia. Dan kelinci lokal merupakan mangsa utamanya.
Setelah kelinci dan rajawali tersedot ke dalam mesin pesawat sebelah kiri, awak pesawat merasakan guncangan tidak normal, dan pilot memutuskan untuk kembali ke bandara di Melbourne demi keselamatan penumpang.
Elang sedang terbang membuang ular mengejutkan pengendara mobil
“Seekor ular yang jatuh dari langit membuat takut pengendara mobil !” Entah bagaimana seekor elang sampai melemparkan ular dalam cengkeramannya dan kebetulan jatuh di mobil yang sedang melaju di jalan tol, menyebabkan penumpang di dalam kendaraan itu terkejut. Namun ini bukan pertama kalinya elang melemparkan ular ke orang.
Joanne Fenwick yang bepergian dengan mobil pribadi bersama ibu dan kakek-neneknya, ketika melewati bagian jalan raya dekat bendungan, terlihat ada elang dengan seekor ular dalam cengkeraman kakinya tiba-tiba terbang dari kejauhan menuju mobil mereka. Sampai ketika elang nyaris bertabrakan dengan mobilnya, elang itu tiba-tiba melemparkan ular ke arah kaca mobil depan.
Menurut pengakuan Joanne Fenwick, pada saat itu neneknya khawatir kalau ular itu berada di atap mobil, tetapi melalui kaca spion dia melihat bahwa ular itu jatuh di sisi jalan. Karena kecepatan keduanya pada saat itu cukup tinggi, sampai Fenwick berpikir bahwa tabrakan tak terhindarkan, sedangkan dari arah depat juga datang sebuah truk lain, dan Fenwick sudah tidak sempat untuk mengubah jalur. Beruntung tidak sampai terjadi kecelakaan di jalan.
Sebenarnya, ini bukan pertama kalinya elang melempar ular dari cengkeraman kakinya. Beberapa warga Melbourne, Australia yang sedang memanggang daging di tepi sungai, menemui ada seekor elang yang terbang berputar-putar di langit di atas mereka.
Tak lama kemudian elang pun melemparkan ular ke arah mereka, yang membuat beberapa warga yang sedang memanggang daging itu lari pontang panting menjauhi ular. (Sin)
Apakah Mongolia Sebagai Kemunduran Berikutnya dalam Upaya Tiongkok Menempatkan Aturan Ekstra-teritorial?
oleh Peter Dahlin
Dewan migrasi Swedia memutuskan untuk menangguhkan deportasi seorang pembela hak asasi manusia Mongolia Dalam ke Tiongkok. Dewan migrasi Swedia juga memerintahkan sebuah sidang baru untuk melihat secara mendalam mengenai perkembangan terakhir di Mongolia Dalam dan gelombang penahanan massal dan meningkatnya represi di wilayah “otonom” tersebut sejak tahun lalu.
Hanya beberapa tahun lalu dewan migrasi Swedia memutuskan untuk menawarkan perpanjangan perlindungan terhadap orang-orang Uyghur, setelah sebuah penyelidikan menyimpulkan bahwa menjadi seorang Uyghur sudah cukup untuk menempatkan seseorang pada risiko tinggi mengalami pelanggaran hak asasi manusia jika dikembalikan ke Tiongkok.
Beberapa negara lain mengikuti, memperluas tempat-tempat perlindungan yang tersedia bagi orang-orang Uyghur yang, melawan segala rintangan, berhasil melarikan diri dari Tiongkok. Situasi tersebut telah lama dialami oleh orang-orang Tibet.
Dengan masing-masing perkembangan ini, kemampuan Tiongkok untuk memberikan pengaruh atas kelompok-kelompok penting di luar negeri ini berkurang, bertentangan langsung dengan upaya bersama pemerintah pusat untuk secara signifikan memperluas kekuasaannya atas warganegara Tiongkok, para pembangkang Tiongkok, dan kelompok-kelompok etnis minoritas Tiongkok di luar negeri.
Selama beberapa tahun terakhir, di bawah bayang-bayang Hukum Keamanan Nasional Hong Kong yang diberlakukan Beijing, yang mencakup hak-hak ekstrateritorial, yaitu: hak untuk mengawasi dan menghukum siapa pun, di mana pun, Tiongkok telah membuat perubahan-perubahan pada hukumnya sendiri untuk menyediakan perangkat-perangkat hukum yang serupa untuk Tiongkok.
Perubahan-perubahan tersebut, dengan lebih banyak lagi yang akan muncul, cukup cerminkan kenyataan di lapangan: polisi Tiongkok berpikir pihaknya memiliki hak untuk menyelidiki dan menjatuhkan hukuman untuk tindakan atau kata-kata yang diucapkan, bahkan ketika hal semacam itu terjadi di luar Tiongkok.
Lihat saja kasus pembangkang remaja Wang Jinyu, sementara bepergian dari rumahnya di Turki ke Amerika Serikat, ditahan di bandara Dubai dan hampir dideportasi kembali ke Tiongkok hanya karena menulis beberapa kritik mengenai Tentara Pembebasan Rakyat atau militer Tiongkok) saat tinggal di Eropa.
Wang Jinyu lolos dari deportasi dan penjara tentunya hanya karena perhatian media internasional dan intervensi diplomatik Amerika Serikat.
Pada saat yang sama, Tiongkok telah sangat memperluas operasinya untuk memiliki “penjahat-penjahat” kembali ke Tiongkok Daratan melalui berbagai cara.
Ekstradisi adalah apa yang terlintas dalam pikiran, tetapi ekstradisi adalah sangat jarang dan sulit untuk dicapai bagi Tiongkok, karena sistem hukum Tiongkok yang dikendalikan secara politik dan penggunaan penyiksaan yang dilembagakan.
Sebaliknya, sebagian besar orang-orang yang dikembalikan adalah melalui apa yang disebut pengembalian sukarela: target-target didekati oleh mata-mata Tiongkok di tanah air baru mereka dan diintimidasi untuk kembali ke Tiongkok, atau polisi setempat di Tiongkok melecehkan, menahan, atau mengintimidasi anggota keluarga atau orang yang dicintai kembali ke Tiongkok untuk tujuan yang sama.
Moratorium deportasi orang-orang Uyghur, dan sebelum itu orang-orang Tibet, oleh Swedia dan negara-negara lain, mewakili kemunduran signifikan bagi kebijakan Tiongkok untuk meningkatkan kendali atas kelompok-kelompok tersebut.
Pada akhirnya, mewakili kemunduran-kemunduran kemampuan Tiongkok untuk memaksa orang-orang tersebut untuk kembali ke Tiongkok. Kini sidang di Mongolia Dalam dan kasus yang sukses dari seorang pria sendirian di pertengahan 30-an tahunan, dapat menyebabkan kemunduran lainnya semacam itu.
Baolige Wurina datang ke Swedia lebih dari 10 tahun yang lalu. Ia bertemu dengan seorang wanita Mongolia, menetap, menikah, dan memiliki dua anak.
Dengan kemunduran situasi di Mongolia Dalam, aktivisme Baolige Wurina yang sudah berlangsung lama menjadi lebih vokal dan memasyarakat, termasuk memimpin demonstrasi di luar Kedutaan Besar Tiongkok di Stockholm, mengadakan pidato-pidato di demonstrasi protes, dan sering muncul dalam solidaritas pada protes untuk orang-orang Tibet atau Uyghur.
Meskipun kebijakan imigrasi terbuka Swedia yang terkenal, Baolige Wurina ditolak suaka dan banding Baolige Wurina berikutnya ditolak. Saat LSM yang saya jalankan dan bekerja secara ekstensif untuk masalah-masalah ini, terakhir dilaporkan pada kasus ini, deportasi Baolige Wurina sudah dekat.
Sejak penolakan awal Baolige Wurina, semakin banyak bukti yang muncul mengenai tindakan keras di Mongolia Dalam dan ribuan orang dihukum. Banyak dari mereka bukanlah aktivis, tetapi orang-orang biasa yang hanya ingin anak-anaknya belajar bahasa Mongolia di sekolah.
Protes-protes yang diikuti menyebabkan kerusakan lebih lanjut. Dalam beberapa kasus, tidak hanya orang-orang yang menolak menyekolahkan anak-anaknya sebagai sebuah bentuk protes ditahan, para pengacara yang disewa untuk mewakili mereka juga ditahan.
Situasinya tampaknya belum seburuk perlakuan terhadap orang-orang Uyghur atau Tibet yang menderita, tetapi perkembangan-perkembangan memiliki banyak kesamaan, dan melanjutkan perlawanan terhadap upaya untuk melenyapkan kebudayaan dan bahasa Mongolia di wilayah Mongolia Dalam, yang mana seharusnya otonom dapat menyebabkan represi lebih lanjut.
Dengan latar belakang ini dan peran publik Baolige Wurina yang semakin meningkat sebagai seorang pemimpin dalam diaspora Mongolia Dalam di Swedia yang kecil, bahwa dewan migrasi Swedia akan memulai sebuah tinjauan baru atas kasus Baolige Wurina.
Seperti yang dikatakan keputusan, pelaporan ekstensif, secara internasional, serta di media Swedia utama, dan penolakan Baolige Wurina untuk kembali ke Tiongkok melalui “pengembalian sukarela”, karena polisi Tiongkok telah berupaya mengembalikan Baolige Wurina dengan mengancam keluargan Baolige Wurina, supaya Baolige Wurina kembali ke Tiongkok, menempatkan Baolige Wurina dalam bahaya yang berpotensi secara signifikan. Kasus Baolige Wurina bahkan telah diangkat di parlemen Swedia.
Pada sidang terbaru dan tinjauan yang mendalam mengenai perkembangan di Mongolia Dalam, kelompok lain mungkin selangkah lebih dekat untuk mendapatkan tempat berlindung yang aman, sehingga kembali menampar Partai Komunis Tiongkok yang mana berupaya untuk mengawasi dan memantau. Bahkan, secara paksa mengembalikan kelompok lain yang dianggap berbahaya oleh Partai Komunis Tiongkok untuk kembali ke daratan Tiongkok. (Vv)
Peter Dahlin adalah pendiri LSM Safeguard Defenders dan salah satu pendiri LSM China China Action (2007–2016) yang berbasis di Beijing. Dia adalah penulis “Trial By Media,” dan kontributor untuk “The People’s Republic of the Disappeared.” Dia tinggal di Beijing dari 2007, hingga ditahan dan ditempatkan di penjara rahasia pada 2016, kemudian dideportasi dan dilarang. Sebelum tinggal di Tiongkok, ia bekerja untuk pemerintah Swedia dengan isu kesetaraan gender, dan sekarang tinggal di Madrid, Spanyol
Penyintas Penyiksaan di Tiongkok : Jauhi Partai Komunis Tiongkok yang ‘Seperti Racun’
Eva Fu – The Epoch Times
Dunia seharusnya tidak pernah mempercayai Partai Komunis Tiongkok, tetapi sebaliknya melihat Partai Komunis Tiongkok apa adanya yakni–—“kelompok teroris dan mafia terbesar” di planet ini—–peringatan ini disampaikan seorang mantan tahanan hati nurani yang dikurung dan disiksa selama hampir satu dekade karena keyakinannya.
“Seperti racun atau asam sulfat, Partai Komunis Tiongkok akan membahayakan anda begitu anda menyentuhnya,”kata Wang Weiyu kepada The Epoch Times.
Saat dipenjara di serangkaian tempat penahanan di Tiongkok selama tahun 2000-an, Wang Weiyu mengalami betapa banyak bahaya yang ditimbulkan oleh rezim komunis Tiongkok.
Di tempat-tempat penahanan ini, Wang Weiyu menderita berbagai gangguan penyiksaan fisik dan psikologis, semuanya dirancang untuk memaksanya melepaskan keyakinannya pada latihan spiritual Falun Gong.
“Setiap kali anda ingin menentukan garis dasar moral mereka, anda akan menyesalinya dan menganggap diri anda naif, Mereka sama sekali tidak memiliki dasar moral. Tidak ada yang tidak dapat mereka lakukan,” kata Wang Weiyu mengenai para penyiksanya.
Di sarang-sarang gelap inilah rezim komunis “mengungkapkan kedok aslinya,” kata Wang Weiyu yang selamat.
Wang Weiyu, kini berusia akhir 40-an tahun dan tinggal di Amerika Serikat, menghabiskan sebagian besar waktunya selama 30-an tahun ditahan di Tiongkok. Ia berbagi kisahnya di KTT Kebebasan Beragama International di Washington pada 13 Juli lalu.
Falun Gong, sebuah disiplin yang mencakup latihan meditasi dan seperangkat ajaran yang berpusat pada prinsip-prinsip Sejati, Baik, dan Sabar, dipraktikkan secara terbuka di taman dan sekolah di seluruh Tiongkok di tahun 1990-an.
Pada akhir dekade itu, Falun Gong memiliki 70 juta hingga 100 juta praktisi, menurut perkiraan resmi pada saat itu.Partai Komunis Tiongkok, menganggap popularitas Falun Gong ini menjadi ancaman bagi kendali otoriternya, sehingga melancarkan serangan kampanye penganiayaan pada bulan Juli 1999.
Tidak lama setelah ini, Wang Weiyu, seorang mahasiswa doktoral pada saat itu, menemukan dirinya sebagai target kampanye kecaman ala Revolusi Kebudayaan. Puluhan teman-teman seangkatannya disuruh untuk mengutuknya secara bergantian selama lebih dari dua jam. Salah satu teman dekat kuliah Wang Weiyu, kata Wang Weiyu, berdiri dan mengancam akan “menusuknya sampai mati” jika Wang Weiyu tidak melepaskan keyakinannya.
“Saya tidak tahu bahwa propaganda tersebut dapat mengubah seseorang sedemikian dramatisnya,” kata Wang Weiyu dalam pidatonya di KTT tersebut.
Berasal dari Provinsi Shandong di timur Tiongkok, Wang Weiyu berlatih Falun Gong di Tsinghua Beijing, sebuah universitas bergengsi di mana ia mengejar gelar doktor teknik optik. Wang Weiyu ingat, ia begitu terpikat oleh ajaran-ajaran moral dalam teks pengantar “Falun Gong”, bahwa di mana ia selesai membaca buku setebal 330 halaman itu dalam beberapa jam. Wang Weiyu dan sekitar 500 mahasiswa dan dosen di Tsinghua, bermeditasi setiap hari dalam kelompok-kelompok di halaman kampus.
Hal itu hanya berlangsung tiga tahun sebelum hidupnya terbalik sebagai akibat penganiayaan. Wang Weiyu diskors dari universitas dua kali dan akhirnya diusir karena keyakinannya.
Pada tahun 2002, sekelompok petugas polisi berpakaian preman menyerang Wang Weiyu saat di berjalan di jalan, menjatuhkan kacamatanya dari wajahnya dan menginjak kepalanya.
Ia dikirim ke fasilitas yang secara resmi disebut “pusat pelatihan hukum,” yang dikenal di kalangan para pembangkang sebagai sebuah pusat cuci otak. Pada hari pertama di sana, empat atau lima “pelatih” menyetrum Wang Weiyu selama sekitar 11 jam. Mereka menyetrum seluruh bagian tubuh Wang Weiyu, termasuk ujung jarinya. Salah satu penjaga, seorang pria yang berdiri pada ketinggian 1,9 meter, akan menekan tongkat pada satu tempat terus-menerus sampai kehabisan daya.
“Lantai yang awalnya kering, tetapi ketika anda keluar, kamu akan berjalan di sebuah genangan air,” kata Wang Weiyu. Itu adalah keringat yang mengalir dari tubuhnya selama sesi penyiksaan.
“Mungkin anda pernah melihat bagaimana mereka mengalahkan para praktisi Falun Gong di film dokumenter atau film-film. Saya beri tahu anda, betapapun realistisnya, itu bahkan tidak menunjukkan 5 persen dari apa yang sebenarnya terjadi.”
Selama enam bulan ke depan, Wang Weiyu dimasukkan ke dalam sebuah sel tunggal di mana ia dipantau dengan ketat. Pada siang hari, ia dipaksa untuk duduk tanpa bergerak di sebuah kursi bar yang sempit. Pada malam hari, ia tertidur karena suara-suara pemukulan dan jeritan-jeritan dari korban-korban yang disiksa.
Wang Weiyu kemudian ditahan di pusat-pusat penahanan dan penjara-penjara. Di semua fasilitas itu, perlakuan kejam khususnya disediakan untuk para tahanan Falun Gong.
Narapidana, termasuk anak-anak, didorong untuk terlibat dalam tindakan kekerasan terhadap praktisi Falun Gong. Menunjukkan kebaikan kepada praktisi Falun Gong adalah berisiko dihukum.
Di Pusat Penahanan Chaoyang di Beijing, Wang Weiyu pernah mendengar dokter mendiskusikan sebuah metode penyiksaan umum yang disebut pemaksaan makan, sebuah prosedur yang sering digunakan pada para narapidana yang mogok makan di mana sebuah selang dimasukkan melalui hidung seseorang ke perutnya.
Seorang perawat, yang tampaknya berusia 20-an tahun, bertanya kepada seorang dokter bagaimana cara memasukkan sebuah selang, untuk menimbulkan lebih banyak nyeri pada para praktisi Falun Gong.
Wang Weiyu juga memperhatikan bahwa beberapa sipir di pusat tersebut, sedang mempelajari buku-buku mengenai penderita penyakit mental, dengan pengecualian bahwa tujuan mereka bukan untuk menyembuhkan para tahanan, melainkan untuk merancang cara-cara untuk “mendorong anda untuk gila,” kata Wang Weiyu.
Selama di penjara Beijing, Wang Weiyu dan sesama narapidana berubah menjadi “budak-budak zaman modern.” Mereka menanam lobak, membungkus permen, dan membuat cangkir kertas muffin. Teman Wang Weiyu, saat menjahit panel-panel sebuah bola olahraga, secara tidak sengaja menusuk matanya dan temannya itu kehilangan penglihatannya secara permanen.
Wang Weiyu mengingat seorang sipir yang membual, “Jika ada kelompok-kelompok internasional yang datang, apa yang dapat mereka lihat adalah sebuah penjara yang indah dan pujian.” Selama sebuah tur inspeksi yang langka, seorang wanita inspektur berusaha untuk mendekati Wang Weiyu, tetapi seorang sipir dengan kasar berlari ke arah mereka dan menghentikan wanita inspektur itu.
Setelah melarikan diri ke Amerika Serikat pada tahun 2013, Wang Weiyu melihat sebuah peluang untuk membuat sebuah perbedaan dari luar.
Suatu ketika, seorang sipir yang kebanjiran surat dari luar negeri yang meminta sang sipir untuk berhenti menganiaya praktisi Falun Gong, memberitahu Wang Weiyu untuk membuat mereka berhenti menganiaya.
Itu adalah sebuah momen pewahyuan bagi Wang Weiyu. Wang Weiyu sadar bahwa “mereka takut akan sesuatu,” kata Wang Weiyu dalam pidatonya. “Kegelapan selalu takut terkena cahaya.” (Vv)
Banjir Besar Akibat Hujan Deras Berhari-hari dan Tanah Longsor di India Menewaskan 125 Orang
Li Qingyi dan Jiang Diya
Negara bagian Maharashtra di India tengah dilanda badai hujan terbesar dalam 40 tahun. Kejadian itu memicu bencana seperti banjir dan tanah longsor. Hingga Sabtu (24/7/2021), jumlah korban tewas telah meningkat menjadi 125 orang, dan operasi pencarian dan penyelamatan berlanjut.
Hujan deras yang berlangsung selama berhari-hari mempengaruhi ratusan ribu orang, dan sungai-sungai besar terancam jebol di India. Pihak berwenang mengevakuasi orang-orang dalam keadaan darurat, dan kemudian membuka pintu gerbang untuk melepaskan banjir.
Di Taliye, tenggara Mumbai, sebagian besar rumah di desa itu rata dengan tanah.
Seorang penduduk desa India, Ankita menuturkan : “Saya tidak bisa melihat apa pun di sini. Rumah saya, keluarga saya, dan tetangga saya semuanya hilang.”
Penduduk desa lainnya, Sakaram mengatakan: “semuanya lenyap. Kami tidak punya pakaian, tidak ada makanan, tidak ada pakaian dalam, tidak ada air untuk mandi. Kami belum makan selama tiga hari dan kami lapar.”
Tim penyelamat India bergerak dalam longsoran yang tebal dan puing-puing ke daerah yang terkena dampak.
Kepala Eksekutif Lokal, Aditi Tatkare mengatakan, sebanyak 37 jenazah telah ditemukan. Operasi penyelamatan akan berlanjut selama dua hingga tiga hari, dan tim penyelamat bekerja keras untuk menemukan lebih banyak korban.
Perdana Menteri India, Narendra Modi dalam cuitannya pada 23 Juli menyampaikan belasungkawa kepada keluarga para korban.
Modi juga mengumumkan bahwa dia akan memberikan uang duka sebesar 2 lakh (Rp 38,9 juta) kepada kerabat para korban atau 50.000 rupee setiap korban. (hui)