Pembatasan Visa Baru Bagi Pelajar Tiongkok yang Mempelajari Bidang Sensitif

WASHINGTON — Sebagai bagian dari upaya pemerintahan Trump untuk mengekang kemampuan Beijing dalam mencuri teknologi AS, visa pelajar Tiongkok yang datang ke Amerika Serikat untuk belajar di bidang tertentu akan dipersingkat menjadi satu tahun.

Edward J. Ramotowski, asisten sekretaris deputi untuk layanan visa di Departemen Biro Urusan Konsuler Negara, memperjuangkan pedoman-pedoman baru tersebut dalam kesaksian di hadapan Subkomite Keimigrasian dan Keamanan Perbatasan dari komite kehakiman Senat pada tanggal 6 Juni.

“Kita telah mengeluarkan instruksi penyaringan tambahan untuk menangani orang-orang tertentu dari Tiongkok yang belajar di bidang-bidang tertentu,” kata Ramotowski, sebagai tanggapan atas pertanyaan dari Senator Dick Durbin (D-Ill.). “Ini adalah tindakan-tindakan penyaringan; mereka tidak dengan sendirinya melarang masuk ke Amerika Serikat atau membatasi akses ke negara kita.”

Perubahan tersebut hanya akan mempengaruhi mereka yang mendaftar di bidang-bidang sensitif, termasuk robotika, penerbangan, dan manufaktur berteknologi tinggi. Ini adalah bidang-bidang yang disorot dalam rencana ekonomi “Made in China 2025” rezim Tiongkok dan juga bidang-bidang penting militer. Keberhasilan pembangunan di bidang-bidang ini dapat membantu rezim Tiongkok mendapatkan keuntungan militer atas Amerika Serikat.

Reformasi yang diusulkan tersebut mempengaruhi tanggal berlakunya visa, bukan lamanya waktu bagi pemegang visa diizinkan untuk tinggal di Amerika Serikat. Tanggal berlakunya mengacu pada lamanya rentang waktu di mana seseorang dapat menggunakan visa untuk memasuki negara tersebut. Dalam kasus siswa Tiongkok yang terpengaruh, itu akan menjadi satu tahun.

Ketika seseorang memasuki negara dengan visa, petugas imigrasi AS dari Departemen Keamanan Dalam Negeri menentukan berapa lama orang itu boleh tinggal di negara tersebut. Pelajar Tiongkok yang tanggal berlakunya visa adalah satu tahun kemungkinan, misalnya, masih diperbolehkan tinggal di negara itu untuk seluruh durasi program atau gelar mereka, yang mungkin beberapa tahun, seperti biasanya terjadi dengan pelajar-pelajar internasional lainnya.

Tetapi jika seorang pelajar dengan berlakunya visa satu tahun bepergian ke luar Amerika Serikat setelah visa berakhir, mereka harus mengajukan permohonan kembali untuk visa masuk kembali ke Amerika Serikat. Oleh karena itu, durasi visa yang lebih pendek dapat menghasilkan pemeriksaan keamanan yang lebih sering selama proses permohonan visa bagi pelajar Tiongkok yang melakukan perjalanan kembali ke Tiongkok selama masa studi mereka.

Perubahan visa tersebut telah ditentang keras oleh Beijing, dan beberapa universitas serta organisasi pendidikan Amerika juga mengkritik kebijakan baru tersebut, dengan mengatakan akan memberatkan beban yang tidak perlu pada pelajar Tiongkok mereka.

Reaksi dari lembaga pendidikan Amerika tersebut mungkin telah dipicu oleh kesalahan melaporkan dari beberapa media, yang secara tidak benar menyatakan bahwa pedoman baru tersebut akan membatasi jumlah waktu pelajar dapat tinggal di Amerika Serikat.

Sidang yang diselenggarakan oleh subkomite Senat pada 6 Juni awalnya berjudul “A Thousand Talents: China’s Campaign to Infiltrate and Exploit U.S. Academia” (Seribu Pebakat: Kampanye Tiongkok untuk Menyusupi dan Memanfaatkan Akademi AS), dan kemudian berganti nama menjadi “Student Visa Integrity” (Integritas Visa Pelajar).

Dalam sebuah pernyataan pembukaan, ketua komite Senator John Cornyn (R-Texas) mengutip pernyataan Direktur FBI, Christopher Wray, sebelumnya tentang risiko keamanan yang ditimbulkan oleh penggunaan pelajar dan pelajar spesialisasi yang mendapat beasiswa dari Tiongkok untuk mendapatkan teknologi-teknologi kritis. Sementara sebagian besar pelajar Tiongkok ada di sini untuk alasan yang sah, strategi Made in China 2025 di Beijing dan program “seribu pebakat” adalah bukti bahwa mungkin ada risiko keamanan nasional, kata Cornyn.

“Ada banyak akademisi asing dan peneliti saat ini yang menghadiri lembaga-lembaga AS dari negara-negara yang merupakan pesaing strategis, termasuk Iran, Rusia, dan Republik Rakyat Tiongkok,” Joseph G. Morosco, asisten direktur di Pusat Kontraintelijen dan Keamanan Nasional, mengatakan dalam kesaksiannya. “Kami sangat prihatin tentang Tiongkok karena ini adalah salah satu pesaing ekonomi Amerika Serikat yang paling tangguh”

Pada dengar pendapat tanggal 6 Juni, Ramotowski juga menyoroti celah keamanan potensial lainnya dalam undang-undang visa saat ini, salah satu yang memungkinkan pelajar-pelajar asing yang berada di Amerika Serikat dengan visa F-1, jenis visa pelajar yang paling umum dikeluarkan, mengubah bidang studi dan program mereka tanpa memberi tahu otoritas imigrasi AS.

Celah tersebut dapat memungkinkan para pelajar Tiongkok untuk berpindah dari bidang studi non-sensitif, seperti sastra, ke bidang-bidang yang diatur secara ketat, seperti fisika nuklir, kata Cornyn. (ran)

ErabaruNews