Dokumen Bocor Ungkap Penipuan Jaringan Rumah Sakit Swasta di Tiongkok

Sebuah dokumen yang bocor telah mengungkap betapa berisikonya mencari dokter di Tiongkok.

South China Morning Post, surat kabar yang dikelola negara yang berbasis di Provinsi Guangxi yang berbatasan dengan Vietnam, menerbitkan laporan di akun resmi WeChat yang mengungkapkan isi dari dokumen 20 halaman yang diterimanya dari berbagai sumber tentang malpraktik medis di beberapa rumah sakit swasta di seluruh Tiongkok.

Laporan itu termasuk beberapa snapshot dokumen, tetapi nama perusahaan swasta yang mengelola rumah sakit tempat malpraktek berlangsung sengaja dikaburkan.

Dokumen tersebut menunjukkan bagaimana kesejahteraan para pasien diabaikan demi memaksimalkan keuntungan bagi para dokter dan rumah sakit-rumah sakit.

Misalnya, dalam iklan rekrutmen untuk dokter urologi, rumah sakit menetapkan bahwa bakal pekerjaan yang dilakukan harus mampu melakukan dua hal: meningkatkan biaya pembayaran pasien per kunjungan dokter dan membuat pasien kembali untuk lebih banyak perawatan sesering mungkin, menurut dokumen tersebut.

Sebagai imbalannya, dokter tersebut akan mendapatkan komisi berdasarkan biaya rata-rata tagihan medis dari pasiennya per bulan. Dia akan mendapatkan komisi 10 persen jika setiap pasien rata-rata membayar 5.000 yuan (sekitar $778), 11 persen jika rata-rata adalah 6.000 yuan (sekitar $934), dan 12 persen jika di atasnya 7.000 yuan ($1.090).

Dokumen tersebut memberikan contoh spesifik tentang bagaimana dokter harus mendiagnosis pasien-pasien mereka, bahkan jika pasien tidak menunjukkan gejala yang memerlukan perawatan medis. Misalnya, dokter dapat memberi tahu pasien bahwa minum obat dan mengambil suntikan saja tidak akan cukup untuk pemulihan penuh, dan menyarankan agar pasien mendapatkan lebih banyak pemeriksaan dengan peralatan medis canggih yang hanya tersedia di rumah sakit tersebut. Dengan demikian, pasien harus membayar lebih untuk perawatan yang mereka sebutkan.

Dokter juga dapat membesar-besarkan penyakit pasien dengan, misalnya, mengklaim bahwa penyakit telah menyebabkan suatu kondisi yang dapat menyebabkan kemampuan seksual berkurang atau infertilitas. Dokter didorong untuk membuat cerita tentang para “pasien” sebelumnya yang penyakitnya memburuk setelah menolak untuk menerima perawatan lebih banyak di tempat pertama.

Karena hanya pasien kaya yang mampu membelanjakan lebih banyak uang untuk pengobatan, dokumen tersebut menyarankan agar dokter-dokter dapat membedakan dalam memilih pasien, menentukan tingkat pendapatan mereka berdasarkan penampilan mereka, seperti jenis riasan dan parfum yang mereka kenakan dan rokok yang mereka hisap.

Dokumen itu juga menginstruksikan para dokter untuk memberi tahu pasien: “Di antara dua obat ini, satu obat lebih murah tetapi memiliki reaksi kerja yang lambat. Yang lainnya lebih mahal tetapi memiliki daya sembuh yang lebih cepat, dan lebih sedikit efek samping. Mana yang lebih Anda sukai?” Ini bisa digunakan untuk menentukan apakah pasien memiliki penghasilan untuk menerima obat dan perawatan yang lebih mahal.

Di Sina Weibo, yang setara dengan Twitter milik Tiongkok, pengguna internet Tiongkok mengatakan mereka tidak terkejut dengan berita tersebut. Seorang netizen dari Provinsi Guangdong Tiongkok selatan menulis bahwa hal yang sama juga bisa terjadi di rumah sakit umum.

Seorang netizen dari Provinsi Fujian, Tiongkok selatan, merefleksikan keadaan masyarakat Tiongkok, menulis, “Kepercayaan hancur di setiap sudut. Bidang medis hanyalah puncak gunung es.” (ran)

ErabaruNews