Tiongkok Menantang Jerman Dalam Industri Mobil Listrik

Pada awal tahun 2000-an, Tiongkok mengadopsi model pembangunan berdasarkan pada manufaktur dengan upah rendah, yang menghasilkan reputasi bahwa “Buatan Tiongkok” berarti barang-barang berkualitas rendah. Dalam beberapa tahun terakhir, Beijing telah melakukan perubahan untuk meningkatkan daya saing perusahaan domestiknya dan untuk mengejar perkembangan teknologi tinggi di Barat.

Pada bulan Mei 2016, Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang berbicara tentang perlunya meningkatkan sektor manufaktur negara: “Tiongkok sudah menjadi negara manufaktur besar, tetapi jauh dari kekuatan manufaktur. Integrasi manufaktur dan internet adalah jalur industri modern yang tak terelakkan,” menurut China Daily yang dikelola negara.

Salah satu industri kunci yang difokuskan Beijing adalah kendaraan listrik.

Untuk menjadi pemimpin di pasar mobil listrik global, strategi Tiongkok adalah mencuri teknologi penting melalui investasi di perusahaan-perusahaan asing.

“Perusahaan Tiongkok dan pemerintah melihat transfer teknologi dari luar negeri sebagai cara penting untuk mempercepat kemajuan teknologi dan untuk mencapai tujuan politik yang ambisius,” menurut penilaian 2016 dari cetak biru ekonomi “Made in China 2025” milik Beijing oleh lembaga think-tank Jerman, Mercator Institute of China Studies.

Jerman, khususnya, telah melihat peningkatan investasi Tiongkok dalam beberapa tahun terakhir, karena Tiongkok telah menetapkan perhatiannya pada inovasi-inovasi canggih Jerman dalam otomatisasi, robotika, dan mobil. Dan memang, robotik serta kendaraan energi baru tersebut termasuk dalam daftar 10 sektor yang ingin dikembangkan Tiongkok pada tahun 2025.

Sekarang, persaingan dari Tiongkok tampaknya semakin dekat. Laporan 23 Juli yang diterbitkan oleh bank sentral Jerman, Deutsche Bundesbank, meramalkan bahwa pembuat mobil listrik Jerman akan segera menghadapi tantangan berat dari Tiongkok, menurut kantor berita Jerman, Deutsche Presse-Agentur (DPA). Laporan tersebut juga berspekulasi bahwa tekanan dari Tiongkok akan segera terwujud, mengingat bahwa akan segera mengekspor dalam jumlah yang lebih besar untuk kendaraan listrik yang diproduksi di dalam negeri.

Di media Tiongkok, industri mobil Tiongkok sering digambarkan dengan pepatah “menyalip seseorang dengan mengubah jalur” —mengartikan bahwa negara harus mengambil jalan yang dipercepat jika ingin terlebih dahulu mengejar negara lain, dan kemudian mengungguli mereka untuk menjadi pemimpin.

Menurut artikel 5 Juni di portal berita Tiongkok, Sohu, perkembangan industri otomotif Tiongkok dimulai sekitar tahun 1991. Dan setelah bertahun-tahun perencanaan negara, subsidi-subsidi pemerintah, dan program-program pengembangan, para pembuat mobil Tiongkok akan memproduksi sekitar 900.000 kendaraan energi baru (NEVs) tahun ini, termasuk mobil dan bus yang didukung oleh tenaga listrik, matahari, dan etanol. Jumlah tersebut akan meningkat menjadi 6,09 juta pada tahun 2020, menurut data oleh Lembaga Penelitian dan Uji Kendaraan Chongqing.

Tiongkok hanya memproduksi 8.159 NEV pada tahun 2011, menurut statistik oleh asosiasi perdagangan, Asosiasi Produsen Mobil Tiongkok, China Association of Automobile Manufacturers (CAAM).

Hingga akhir tahun 2017, subsidi pemerintah untuk industri NEV berjumlah 50 miliar yuan (sekitar $7,37 miliar), menurut Sohu.

Namun, Tiongkok masih tertinggal di banyak teknologi utama, seperti manufaktur chip semikonduktor canggih, yang mengendalikan semuanya dari komputer pribadi ke kendaraan listrik sampai rudal balistik.

Investasi Tiongkok di Jerman terfokus pada perusahaan-perusahaan otomatisasi dan pembuat mobil.

Salah satu kasus yang paling terkenal melibatkan Li Shufu, ketua Grup Geely Holding Zhejiang, pembuat mobil yang berbasis di Kota Hangzhou, Provinsi Zhejiang, dan investasinya sebesar $9 miliar investasi untuk mengakuisisi 10 persen saham di produsen Mercedes-Benz Daimler pada bulan Februari, menurut Reuters.

Dan setidaknya sejak tahun 2013, Tiongkok telah banyak berinvestasi di perusahaan-perusahaan Jerman seperti KHD Humboldt Wedag, sebuah perusahaan engineering yang memasok suku cadang mesin. Konglomerat penerbangan milik negara Tiongkok, Aviation Industry Corporation of Tiongkok, membeli 79 persen saham, menurut Mercator Institute.

Pada Desember 2016, Grup Midea Tiongkok, pembuat alat listrik yang berkantor pusat di Beijiao, sebuah kota di Provinsi Guangdong, Tiongkok selatan, mengakuisisi Kuda, pembuat robot berteknologi tinggi Jerman untuk otomatisasi pabrik, menurut Reuters.

Kesenangan menghabiskan uang besar-besaran tersebut telah menyebabkan alarm peringatan di Jerman. Menurut Bloomberg, Hans-Gerog Maassen, presiden badan intelijen domestik teratas Jerman, baru-baru ini menyuarakan kekhawatirannya tentang pengambilalihan teknologi Tiongkok, yang berpotensi “membahayakan kepentingan ekonomi dan keamanan Jerman.”

“Kita tentu harus peduli dengan ini jika kita memiliki kesan bahwa di balik pembeli potensial terdapat negara asing dengan kepentingan yang jauh melebihi akuisisi-akuisisi tersebut,” kata Maassen kepada wartawan pada 24 Juli di Berlin. (ran)

ErabaruNews