Beijing Tingkatkan Sektor Manufaktur Mengorbankan Penduduk Berpenghasilan Rendah

SHANGHAI – Kota Beijing akan menutup sekitar 1.000 perusahaan manufaktur pada tahun 2020 sebagai bagian dari program yang bertujuan untuk mengendalikan kabut asap dan meningkatkan pendapatan di wilayah-wilayah yang berdekatan, media pemerintah mengatakan pada 30 Juli.

Langkah ini merupakan bagian dari rencana Tiongkok untuk meningkatkan sektor manufaktur, dengan fokus pada pengembangan industri-industri yang dinamis, berteknologi tinggi dan menarik diri dari manufaktur “biasa”, corong Partai Komunis Tiongkok, People’s Daily, melaporkan, mengutip dokumen kebijakan terbaru yang diterbitkan oleh pemerintah kota Beijing.

Namun, rencana tersebut tampaknya bergerak maju dengan mengorbankan warga biasa, seperti para pekerja migran. Pada Desember 2017, pemerintah Beijing mulai mengusir penduduk kelas bawah, termasuk buruh, pekerja migran, pedagang kaki lima, dan pemohon petisi dari luar kota, menyusul kebakaran mematikan yang melanda daerah pinggiran tempat para pekerja ini tinggal. Penggusuran serupa segera menyebar ke kota-kota Tiongkok lainnya.

Pada awal Juli, polisi menutup beberapa pabrik pakaian di Distrik Daxing di Beijing, mengakibatkan sejumlah besar pekerja migran kehilangan pekerjaan mereka, menurut laporan 19 Juli oleh Radio Free Asia (RFA). Warga setempat mengeluh bahwa penutupan pabrik-pabrik ini akan menghancurkan ekonomi lokal.

Seorang pengusaha pakaian lokal yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada RFA bahwa ekonomi lokal meningkat tajam atas kedatangan para pekerja migran ini, dengan banyak pembukaan bisnis baru, seperti supermarket dan pabrik.

Beijing telah menolak pendaftaran permohonan dari 19.500 perusahaan, dan menutup atau memindahkan 2.465 produsen “biasa,” kata People’s Daily.

Tiongkok meluncurkan sebuah rencana untuk meningkatkan koordinasi di wilayah Beijing, Tianjin, provinsi Hebei yang rawan asap pada tahun 2014 di tengah kekhawatiran bahwa persaingan antara ketiga yurisdiksi tersebut akan kekurangan sumber daya dan menciptakan kapasitas berlebihan serta polusi.

Tujuannya adalah untuk mengurangi produksi dan industri berat di Beijing, dan merelokasi universitas dan beberapa departemen pemerintah ke dalam zona ekonomi baru Xiong’an di Hebei.

Rejim Tiongkok juga ingin menciptakan jaringan transportasi terpadu dan menyatukan standar di bidang-bidang seperti kesejahteraan dan pendidikan untuk membuat Hebei, dahulu dikenal dengan industri beratnya, lebih menarik bagi investor. (ran)

ErabaruNews