Investasi Tiongkok di Sierra Leone Dibawah Peninjauan Ketat

Sierra Leone telah lama menjadi fokus Beijing untuk investasi agresif karena sumber daya alam yang kaya mineral dari negara Afrika Barat tersebut, yang meliputi berlian, emas, bijih besi, dan bauksit.

Baru-baru ini, manfaat nyata dari investasi Tiongkok telah menjadi bahan perdebatan di dalam pemerintahan Sierra Leone, yang menyebabkan penghentian proyek bandara internasional yang dibiayai oleh Tiongkok.

Kabineh Kallon, menteri transportasi dan penerbangan Sierra Leone, mengatakan dalam surat tertanggal 5 Oktober yang ditujukan kepada direktur proyek tersebut bahwa pemerintah akan mengakhiri kontrak pembangunan Bandara Internasional Mamamah pada akhir bulan ini, menurut surat kabar Sierra Leone, Sierra Leone Telegraph. Mamamah adalah kota kecil di pinggiran ibukota negara Freetown.

Segera setelah kesepakatan tersebut ditandatangani oleh presiden Sierra Leone pada bulan Maret, China Railway International Group yang dikelola pemerintah Tiongkok mulai bekerja di bandara, dengan pendanaan dari Export-Import Bank of China milik negara, menurut surat kabar Sierra Leone, Concord Times.

Surat tersebut mengatakan, “Ini adalah pandangan pemerintah bahwa tidak ekonomis untuk melanjutkan pembangunan bandara baru ketika bandara yang ada benar-benar kurang dimanfaatkan.”

Bandara Internasional Lungi yang ada adalah satu-satunya bandara internasional di Sierra Leone. Menurut Sierra Leone Telegraph, para pengkritik proyek bandara Mamamah, termasuk Bank Dunia, mengatakan bahwa Bandara Internasional Lungi sedang berjuang untuk mencapai kapasitas penuh, karena rendahnya jumlah wisatawan internasional.

Menurut Sierra Leone Telegraph, Bandara Internasional Lungi baru-baru ini telah dibangun kembali dengan pendanaan lebih dari $200 juta dari Bank Dunia.

Mantan Presiden Sierra Leone Ernest Bai Koroma telah menandatangani proyek Mamamah tersebut setelah empat tahun negosiasi. Menurut Sierra Leone Telegraph, Mamamah adalah jantung politik Koroma. Namun segera setelah kesepakatan bandara tersebut disepakati untuk dikelola, partai politik Koroma, All People’s Congress (APC), dengan calon presidennya, Samura Kamara, kalah dari partai saingannya, Partai Rakyat Sierra Leone dan calonnya, Julius Maada Bio, selama pemilihan umum pada bulan yang sama. Bio adalah presiden saat ini.

Artikel Sierra Leone Telegraph menyebut proyek Mamamah sebagai “proyek kesia-siaan”, menunjukkan bahwa pembangunan bandara internasional kedua tersebut tidak masuk akal secara ekonomi karena Sierra Leone “sedang berjuang mencari uang untuk membayar distribusi perawatan kesehatan, pendidikan, akses air, dan listrik.”

PERANGKAP UTANG

Sierra Leone telah mengumpulkan utang lebih dari $220 juta dari Tiongkok dalam 10 tahun terakhir, menurut data dari Johns Hopkins China-Africa Research Initiative.

Banyak negara, termasuk Afrika Selatan, Kenya, Sri Lanka, dan Maladewa saat ini terbebani dengan utang besar dari Tiongkok. Penduduk setempat menuduh Beijing menempatkan negara mereka ke dalam “perangkap utang,” setelah memberi pinjaman untuk proyek-proyek infrastruktur yang mahal.

Johns Hopkins China-Africa Research Initiative memperkirakan bahwa negara-negara Afrika, secara keseluruhan, berutang pada Tiongkok sekitar $130 miliar.

Bagaimanapun, membatalkan proyek Mamamah bukan berarti Bio akan berhenti mengambil lebih banyak pinjaman, termasuk lebih banyak dari Tiongkok.

Menurut situs resmi pemerintah Sierra Leone, pada 31 Agustus, Bio berbicara kepada Song Dongsheng, presiden dari PowerChina International Group milik negara Tiongkok, pada 31 Agustus, tentang apakah perusahaan tersebut dapat membiayai pembangunan jembatan yang menghubungkan Bandara Udara Internasional Lungi dengan Freetown. Berbagai media Sierra Leone memperkirakan biaya jembatan tersebut sekitar $1,3 miliar.

Artikel 12 September oleh surat kabar Sierra Leone, Awareness Times, mempertanyakan kelayakan ekonomi proyek jembatan tersebut, mengingat bahwa PDB negara tersebut pada tahun 2017 hanya $3,77 miliar, sementara Africa Confidential, sebuah publikasi yang berbasis di London, mengatakan dalam editorial yang diterbitkan pada 14 September bahwa proyek jembatan tersebut “dipastikan untuk mengatur pemerintah dalam sebuah jalur menuju konflik dengan para donor dan lembaga-lembaga keuangan internasional.”

POLITIK DAN PERTAMBANGAN

Investasi Beijing telah menyebabkan campur tangan terbuka dalam politik Sierra Leone, untuk tujuan mendapatkan akses kekayaan mineral negara tersebut.

Sebelum pemilihan umum Maret lalu, Sierra Leone Telegraph melaporkan pada bulan Februari bahwa warga Tiongkok yang tinggal di Sierra Leone baru-baru ini secara terbuka berkampanye bersama para pemimpin dan pendukung APC, banyak di antaranya mendukung investasi Tiongkok. Beijing dituduh telah membiayai kampanye pemilihan APC.

Pada 20 Februari, media Sierra Leone, Voice of Binkongoh menerbitkan sebuah surat terbuka kepada sekretaris jenderal PBB, mengungkapkan kekhawatiran bahwa dana Partai Komunis Tiongkok (PKT) untuk APC adalah “upaya yang disengaja oleh Tiongkok untuk melemahkan demokrasi [Sierra Leone] yang baru lahir dan memberikan APC keuntungan yang tidak semestinya untuk mengendalikan partai politik lainnya di negara tersebut.”

PKT sebelumnya telah mempengaruhi pemimpin APC lainnya, mantan Presiden Siaka Stevens, selama tahun 1970-an. Stevens kemudian mendirikan negara satu partai, yang membuka jalan bagi otoritarianisme, korupsi, dan regionalisme, dan akhirnya menyebabkan perang sipil selama satu dasawarsa yang akhirnya berakhir pada tahun 2002, menurut artikel tersebut.

Upaya Tiongkok mencampuri politik adalah tanda “keputusasaan mereka untuk mengeksploitasi sumber daya-sumber daya mineral milik negara tersebut,” menurut sebuah artikel yang diterbitkan oleh Sierra Leone Telegraph pada bulan Februari.

Misalnya, pada tahun 2011, Shandong Iron and Steel Group yang dikelola negara Tiongkok telah membeli 25 persen saham di tambang bijih besi Tonkolili, tambang bijih besi terbesar kedua di Afrika dan salah satu deposit magnetit terbesar di dunia, menurut Reuters. Kurang dari empat tahun kemudian, perusahaan Tiongkok tersebut telah mengakuisisi 75 persen sisanya, untuk menggantikan kepemilikan dari African Minerals, perusahaan tambang bijih besi terbesar di Sierra Leone yang terdaftar di London.

Sumber daya alam sekarang menjadi impor utama Tiongkok dari Sierra Leone, menurut data dari Kementerian Luar Negeri Tiongkok. Dari total nilai impor $340 juta, sebagian besar adalah bijih besi, kayu, dan berlian.

Baru-baru ini, bentuk eksploitasi lain, pekerja anak, telah terekspos yang melibatkan proyek-proyek Tiongkok. Dalam artikel 27 September oleh African News Network, sebanyak 38 warga negara Tiongkok di Sierra Leone dijadwalkan untuk dideportasi pada bulan Oktober karena “dugaan keterlibatan dalam penambangan emas ilegal dengan tenaga kerja anak.”

Brima Kamara, juru bicara polisi setempat, mengatakan bahwa para pria, anak-anak perempuan dan laki-laki menjadi sasaran kondisi kerja yang tidak manusiawi, termasuk bekerja di dalam terowongan.

Pada tahun 2017, Departemen Tenaga Kerja AS mengeluarkan laporan tentang pekerja anak dan kerja paksa di Sierra Leone. Karena kurangnya koordinasi dan terbatasnya dana untuk personel penegak hukum, negara Afrika Barat tersebut adalah “negara tujuan, sumber, dan transit untuk anak-anak yang diperdagangkan untuk kerja paksa dalam pekerjaan rumah tangga, penambangan granit dan berlian, dan mengemis,” menurut laporan tersebut. Ada juga kasus perdagangan anak untuk eksploitasi seksual komersial. (ran)

Rekomendasi video:

Nasib Kelam Maladewa, Dibawah Ancaman Pengaruh Komunis Tiongkok

https://www.youtube.com/watch?v=_xrx20G294M