Tiongkok Akan Mengadili Tersangka Korupsi dan Teror Bahkan Jika Mereka Melarikan Diri

BEIJING – Tiongkok telah mengubah undang-undangnya pada 26 Oktober untuk memungkinkan putusan-putusan pengadilan dinyatakan dalam kasus-kasus korupsi dan teror bahkan ketika para tersangka tidak muncul di pengadilan, sejak Beijing meningkatkan tekanan pada puluhan tersangka kriminal yang bersembunyi di luar negeri.

Pemimpin Tiongkok Xi Jinping telah memimpin operasi-operasi korupsi yang meluas sejak berkuasa pada tahun 2012, terutama menargetkan para pejabat yang memiliki hubungan dengan mantan pemimpin Partai Komunis Tiongkok (PKT) Jiang Zemin.

Xi telah mengobarkan perang melawan korupsi di semua tingkat Partai Komunis yang berkuasa dan telah berjanji bahwa perjuangan tersebut harus dilanjutkan sampai korupsi tak mungkin ada dan tidak terbayangkan oleh para pejabat.

Xi juga telah membersihkan rumah militer (Tentara Pembebasan Rakyat atau PLA) untuk membersihkan pengaruh Jiang dan faksi yang tersisa. Kampanye tersebut terlihat telah memenjarakan atau menghukum ratusan ribu pejabat dan juga telah memecat puluhan pejabat senior partai dan militer.

Kampanye tersebut telah menyebar melampaui perbatasan-perbatasan Tiongkok untuk memasukkan para tersangka yang telah melarikan diri ke luar negeri, meskipun upaya-upaya tersebut telah terhambat oleh kecurigaan di antara negara-negara Barat yang tidak nyaman tentang menyerahkan para tersangka kepada sebuah sistem yang mereka yakini tidak akan memberikan pengadilan yang adil.

Sekarang perubahan undang-undang prosedur pidana oleh sebagian besar parlemen stempel karet Tiongkok tersebut akan memperkuat penggempuran pelaku teror dan korupsi di luar negeri dengan memungkinkan putusan pengadilan untuk dinyatakan dalam kasus-kasus yang melibatkan tersangka yang tidak hadir, kata seorang anggota parlemen senior.

Wang Aili, direktur Kantor Hukum Pidana bersama dengan Komisi Urusan Hukum di parlemen, mengatakan kepada wartawan bahwa orang-orang yang dapat diadili meskipun tidak hadir akan memasukkan para tersangka korupsi dan mereka yang ingin membahayakan keamanan nasional atau kasus-kasus yang terlibat teror.

Agar memenuhi syarat untuk menjalani persidangan meskipun tidak hadir, harus ada urgensi waktu yang responsif dalam menangani kasus ini dan jaksa penuntut atas yang diperlukan untuk menyetujuinya, kata Wang.

Salinan panggilan pengadilan juga perlu dikirim ke terdakwa untuk menjamin “hak untuk tahu,” katanya.

Seorang tersangka dapat dibela di pengadilan dalam kasus-kasus ” default judgment” (keputusan yang mendukung penggugat ketika terdakwa tidak menanggapi panggilan atau telah gagal muncul di hadapan pengadilan), oleh seorang pengacara, yang dapat dipilih oleh kerabat dekat terdakwa atau pengacara yang ditugaskan oleh negara, kata kantor berita resmi Xinhua.

Setelah putusan dikeluarkan, terdakwa dan kerabat dekat mereka dapat mengajukan banding ke pengadilan yang lebih tinggi, kata Xinhua.

Pada April 2015, pihak berwenang telah menerbitkan daftar 100 tersangka korupsi “paling dicari” yang diyakini bersembunyi di luar negeri, kebanyakan di Amerika Serikat, Kanada dan Australia. Lebih dari setengahnya telah kembali ke Tiongkok, beberapa secara sukarela.

Tiongkok telah meningkatkan tekanan pada para tersangka korupsi di luar negeri dengan meminta anggota keluarga mereka untuk menghubungi mereka dan mendorong kepulangan mereka, serta dengan mengeluarkan rincian detail pribadi tentang individu-individu tersebut, termasuk alamat mereka.

Perubahan itu terjadi setelah Tiongkok mengeluarkan undang-undang pengawasan baru pada bulan Maret dan membentuk komisi anti korupsi yang kuat untuk memperpanjang perjuangan korupsi pada semua pegawai negara, baik pejabat partai ataupun tidak.

Sistem dan hukum baru tersebut melemahkan perlindungan hak asasi bagi tersangka dengan membenamkan penggunaan teknik-teknik interogasi dan penahanan kontroversial yang dapat memungkinkan penyalahgunaan atau penyiksaan, kelompok hak asasi manusia dan ahli hukum mengatakan.

Tiongkok juga di tengah-tengah pengetatan undang-undang keamanannya setelah meloloskan undang-undang kontra terorisme yang keras pada akhir 2015, sebagian besar untuk memerangi apa yang dikatakannya sebagai ancaman serius dari teroris Islam radikal di wilayah barat jauh Xinjiang.

Namun, Partai Komunis yang berkuasa telah menggunakan alasan potensi ancaman Islam, “ekstremisme,” dan kerusuhan etnis untuk menindak kelompok Muslim Uighur dan kelompok minoritas Muslim lainnya di Xinjiang.

Selama bertahun-tahun, ratusan, mungkin ribuan, etnis Muslim Uighur telah melarikan diri dari kerusuhan dengan melakukan perjalanan secara sembunyi-sembunyi melalui Asia Tenggara ke Turki.

Pada bulan Februari, Reuters melaporkan bahwa Malaysia berada di bawah tekanan besar dari Tiongkok untuk mendeportasi sekelompok orang Uighur yang telah didakwa dan ditahan karena secara ilegal memasuki negara tersebut. Beberapa utusan Barat berusaha untuk menghalangi Malaysia mengirim mereka ke Tiongkok, yang telah dituduh menganiaya orang-orang Uighur.

Awal bulan ini, Malaysia telah membebaskan 11 orang etnis Uighur dari tahanan yang melarikan diri ke negara Asia tenggara tersebut setelah membobol tahanan Thailand tahun lalu, dan mengirim mereka ke Turki, tanpa menghiraukan permintaan Tiongkok untuk menyerahkan mereka ke Beijing.

Orang-orang Uighur di Malaysia tersebut adalah bagian dari kelompok lebih dari 200 yang ditahan di Thailand pada tahun 2014. Meskipun mereka mengidentifikasi diri mereka sebagai warga negara Turki dan meminta untuk dikirim ke Turki, lebih dari 100 orang telah dipaksa kembali ke Tiongkok pada bulan Juli 2015, yang memicu kecaman internasional.

Tiongkok diyakini sedang menahan hingga satu juta etnis Uighur, panel hak asasi manusia PBB mengatakan pada bulan Agustus. Orang-orang Uighur dan Muslim lainnya ditahan di fasilitas-fasilitas seperti kamp konsentrasi, yang dikenal sebagai pusat “pendidikan ulang”.

Para anggota parlemen AS telah mengusulkan undang-undang pada 10 Oktober yang mendesak Presiden Donald Trump untuk mengutuk “pelanggaran berat” hak asasi manusia dan menekan penutupan “kamp pendidikan ulang” di Xinjiang. (ran)

Rekomendasi video:

Pusat Cuci Otak di Tiongkok Menjadi Target Senator Australia

https://www.youtube.com/watch?v=Y628crKRgAA