Kesengsaraan Ekonomi Tiongkok Mempengaruhi Perusahaan Kecil di Jepang

Oleh Tetsushi Kajimoto

EpochTimesId – Di daerah bersalju di sepanjang pantai utara Jepang, sebuah produsen kecil di bidang cetakan yang akurat merasakan derita perlambatan ekonomi Tiongkok.

Lambatnya pesanan yang masuk hingga hanya sedikit pesanan yang masuk di Nagumo Seisakusho Co, yang memasok pembuat suku cadang mobil besar seperti Denso Corp dan Aisin Seiki Co, dan perusahaan Nagumo Seisakusho Co dapat mempertahankan gaji pekerja tetap rendah atau bahkan mengurangi gaji pekerja pada tahun fiskal mendatang.

Produsen di seluruh Jepang sangat bergantung pada pelanggan di Tiongkok, ekonomi terbesar kedua di dunia, untuk membeli produk mereka, terutama suku cadang dan peralatan yang mencapai para pekerja di Tiongkok serta mendorong pertumbuhan domestik dan ekspor Jepang.

Pembuat chip otomotif Renesas Electronics Corp pekan lalu mengatakan akan menunda produksi di beberapa pabrik selama dua bulan karena bersiap menghadapi melambatnya pertumbuhan Tiongkok yang masih berlanjut. Dalam beberapa bulan terakhir, perusahaan besar lainnya seperti pembuat robot pabrik Yaskawa Electric Corp dan Fanuc Corp; Mitsubishi Electric Corp, perusahaan dagang Mitsui & Co dan perusahaan raksasa yang memproduksi toilet yaitu Toto Ltd menyalahkan Tongkok karena Tiongkok  memangkas perkiraan laba.

Tetapi dampak ekonomi Tiongkok yang goyang adalah lebih buruk bagi produsen yang mendekati awal rantai pasokan, seperti perusahaan kecil bernama Nagumo. Perusahaan Nagumo mempekerjakan 100 orang pekerja untuk membuat cetakan yang akurat yang digunakan pabrik-pabrik lainnya di Jepang untuk membuat suku cadang mobil dan produk lainnya untuk pasar Tiongkok.

Foto: Presiden Nagumo Seisakusho Co., Ltd. bernama Hiroshi Komemasu berbicara selama wawancara dengan Reuters di pabriknya di Jyoetsu, perfektur Niigata, Jepang pada tanggal 22 Februari 2019. (Tetsushi Kajimoto / Reuters)

Di lantai pabrik Nagumo yang utama yaitu Sanwa yang hampir seluas 4.000 meter persegi, beberapa pekerja berpakaian abu-abu dan mengenakan masker operasi berwarna biru, menyibukkan diri selama beberapa hari terakhir untuk merancang cetakan dengan komputer, kemudian membentuk bidang datar (milling), mencetak logam secara dingin (stamping) dan merakit cetakan.

Namun, pada keadaan normal, perusahaan Nagumo, yang membuat semua produknya sesuai permintaan, tidak mengalami masa sulit seperti ini.

“Pesanan telah mandek sejak bulan Januari 2019. Banyak klien kami adalah pembuat suku cadang mobil, dan mereka telah berhenti memesan baru-baru ini, setidaknya hingga Maret 2019,” kata presiden Nagumo Seisakusho Co., Ltd. bernama Hiroshi Komemasu.

“Dikatakan bahwa ketika Tiongkok bersin, Jepang masuk angin. Saya sangat merasakan dampak perang dagang yang sampai memengaruhi perusahaan kecil seperti kami,” kata Hiroshi Komemasu kepada Reuters baru-baru ini di pabrik Nagumo.

Efek Riak
Bagian paling kosong dari fasilitas pabrik adalah yang tersibuk. Lima staf penjualan Nagumo sering berada di luar kantor memburu pelanggan baru untuk mendapatkan pesanan.

Perusahaan Nagumo, yang didirikan sebagai perusahaan pengolah serat segera setelah Perang Dunia Kedua, bermarkas di Joetsu, kota yang tenang dengan penduduk sekitar 200.000 orang, berlokasi di 140 mil barat laut Tokyo.

Jauh dari hiruk pikuk kota-kota terbesar di Jepang, Joetsu terkenal karena festival, museum, dan maskot yang memperingati seorang jenderal Austro-Hongaria yang mengajarkan ski lintas-alam kepada Tentara Kekaisaran Jepang pada awal tahun 1900-an.

Perlambatan tajam untuk produsen hulu seperti Nagumo menjadi pertanda buruk bagi Jepang secara keseluruhan, karena perusahaan kecil mempekerjakan tujuh dari 10 pekerja Jepang, dan titik permintaan yang lemah untuk pengiriman yang lebih kecil oleh perusahaan besar di masa depan.

Hiroshi Komemasu tidak akan membahas pelanggan khusus Nagumo, tetapi mengatakan bahwa ada yang memotong separuh pesanannya.

Perusahaan Nagumo yang tidak terdaftar berhasil, tetap bertahan dalam kegelapan tahun kalender 2018, tetapi mungkin kehilangan uang pada tahun fiskal, yang berakhir pada bulan ini, demikian kata Hiroshi Komemasu. Pesanan yang menurun mengancam perkiraan penjualan yang naik 6 persen tahun ini menjadi 1,9 miliar yen (17 juta dolar Amerika Serikat).

Eksekutif perusahaan Nagumo, yang khawatir dengan penjualan, menjadi enggan menaikkan gaji. Setelah menaikkan gaji pokok selama tiga tahun, perusahaan Nagumo berharap untuk menjaga pembayaran tetap rata pada tahun fiskal mendatang, yang dimulai pada bulan April 2019, kata Hiroshi Komemasu.

Foto: Para pekerja terlihat di pabrik Nagumo Seisakusho Co., Ltd. di Jyoetsu, prefektur Niigata, Jepang pada tanggal 22 Februari 2019. (Tetsushi Kajimoto / Reuters)

Pengetatan seperti itu dapat menular ke pabrik lainnya di  Jepang — sekarang dalam negosiasi gaji tahunan — memperkuat kekhawatiran bahwa gesekan perdagangan akan mengurangi gaji dan belanja konsumen di seluruh negeri Jepang.

Raksasa Jepang seperti Toyota Motor Corp dan Panasonic Corp menawarkan kenaikan gaji yang lebih kecil pada pembicaraan gaji tahunan pada 13 Maret 2019, melemahkan harapan bahwa konsumsi domestik akan mengimbangi risiko eksternal terhadap pertumbuhan.

Atsushi Takeda, kepala ekonom di Institut Penelitian Itochu, melihat dampak perlambatan Tiongkok terhadap perusahaan di Jepang yang berlangsung selama berbulan-bulan, sehingga tidak terjadi  kenaikan permintaan mobil yang diharapkan pada akhir tahun ini dari langkah-langkah stimulus Beijing.

Tahun lalu, sekitar 38 persen ekspor Jepang adalah suku suku cadang elektronik, peralatan semikonduktor, dan mesin berat yang digunakan untuk membuat barang-barang lainnya, sementara industri otomotif menyumbang 23 persen, menurut data Kementerian Keuangan Jepang.

Rantai pasokan produsen di Jepang, yang menghubungkan perusahaan kecil seperti Nagumo dengan raksasa industri Jepang dan konsumen di seluruh dunia, adalah inti dari rencana Perdana Menteri Shinzo Abe yang bergantung pada Tiongkok untuk membawa  Jepang keluar dari dekade-dekade deflasi dan pertumbuhan ekonomi yang meresahkan.

Yen yang jauh lebih murah, didorong oleh pencetakan uang yang belum pernah terjadi sebelumnya dari Bank of Japan, telah membuat ekspor Jepang lebih bersaing secara global. Ini telah memacu ledakan ekspor yang panjang dan mencatat laba perusahaan, mempromosikan perekrutan, menciptakan pasar tenaga kerja paling ketat sejak tahun 1970-an dan memberikan kenaikan gaji yang rendah.

Tetapi konsumsi dalam negeri tetap hangat dan permintaan ekspor — terutama dari Tiongkok — telah merosot, mengancam akan menggagalkan apa yang menjadi ekspansi terpanjang pascaperang Jepang.

Tahun ini telah tampak penurunan ekspor bulanan terbesar dalam dua tahun terakhir, dengan penurunan pengiriman barang ke Tiongkok, penurunan pesanan mesin yang besar menandakan pengeluaran modal yang lebih lemah ke depan, prospek gaji yang lemah dan meredam sentimen bisnis dalam survei Tankan Reuters.

Pemerintah bulan lalu memangkas penilaian output dan laba pabrik, dan indikator bulan ini menunjukkan ekspansi mungkin terhenti.

Di Joetsu, Kenichi Watabe, kepala divisi umum Nagumo, mengatakan perusahaan telah “berhasil memenuhi kebutuhan ketika staf penjualan kami berlari ke sana-sini mencoba menarik pelanggan baru dan mendapatkan pesanan baru.”

Kini jumlah karyawan di perusahaam Nagumo tersisa setengah dari jumlah pekerja di masa  jayanya karena PHK masa lalu, kata Kenichi Watabe.

Tetapi presiden perusahaan Nagumo, Hiroshi Komemasu mengatakan menekan terlalu keras akan menyebabkan kerusakan abadi.

“Kami, seperti orang lain, memberitahu pekerja untuk mematikan lampu dan menahan diri untuk tidak membeli barang tidak diperlukan dalam kondisi ekonomi yang menurun. Tapi kami tidak akan mengekang investasi di bidang sumber daya manusia dan R&D (penelitian dan pengembangan),” kata Hiroshi Komemasu. (Vv)

VIDEO REKOMENDASI

https://www.youtube.com/watch?v=myzbajB5N-A